Page 144 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 144

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               dan setelah itu pasukan yang sama bergerak menuju arah timur hingga
               menguasai Flores pada 1909. Sejak Portugis menyerahkan kekuasaan atas
               Flores kepada Belanda di atas, politik Belanda atas wilayah ini sebatas
               mengawasi, tidak memerintah, atau menjauhkan diri dari semua urusan
               administratif dan kolonial lainnya. Hal ini menjadi suatu ketidaklaziman
               dalam politik kolonial karena suatu wilayah yang sudah berada dalam
               genggaman kekuasaan justru tidak menjadi bagian penuh dari kebijakan
               politik kolonial Belanda pada waktu itu. Belanda menganggap bahwa
               Nusa Tenggara hanyalah suatu beban dalam pengelolaan koloninya di
               Nusantara. Beban Belanda di sini adalah karena Portugis masih berada
               di sekitar Nusa Tenggara (Timor) dan mempunyai ikatan kuat dengan
               penguasa-penguasa setempat, atau karena secara ekonomis Belanda
               belum perlu mengeksplorasi sumber daya alam di wilayah ini. Keberadaan
               Portugis di wilayah itu tampaknya menjadi pertimbangan Belanda untuk
               menancapkan pengaruh kekuasaannya atas kepulauan itu. Konfrontasi
               langsung Belanda dengan kekuasaan asing lain di kepulauan itu seolah
               dihindari mengingat biaya politik dan ekonominya sangat berat untuk
               dipikul Belanda di tengah tekanan ekonomi sejak cultuurstelsel berakhir
               pada pertengahan abad ke-19. 5

                   Gerak militer Belanda menguasai Nusa Tenggara pada awal abad
               ke-20 di atas kemudian diikuti oleh pendirian pemerintahan dan
               penandatanganan kontrak (korte verklaring) dengan penguasa lokal anta-
               ra 1909 dan 1918. Selama tahun-tahun itulah, kontrak dengan beberapa
               daerah di Nusa Tenggara dilakukan oleh Belanda antara lain dengan
               penguasa Larantoeka, Kangae, Sikka, Nita, Ndona, Endeh, Tanah Rea,
               Keo, Nage, Ngada, Rioeng untuk menyebut beberapa daerah. Periode
               penandatanganan kontrak yang satu dengan kontrak yang lain itu dapat
               pula dilihat sebagai awal pengukuhan kekuasaan Belanda terhadap
               wilayah ini berikut pembentukan tatanan administrasi kolonial di
               dalamnya.


                   5  Daniel Dhakidae. “Sejarah Masyarakat Tanpa Sejarah,” np., nd., tidak
               dipublikasikan; Elsbeth Locher-Scholten. “Dutch Expansion in the Indonesian Archi-
               pelago around 1900 and the Imperialism Debate,” Journal of Southeast Asian Studies,
               Vol. 25, No. 1 (Mar., 1994), pp. 91-111.
                                                                        135
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149