Page 149 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 149

Hilmar Farid, dkk.
                Pada 1890-an kekuatan militer Belanda diorganisasi dan persenja-
            taan untuk Hindia Belanda diperkenalkan. Hal itu harus dilihat pula
            sebagai upaya Belanda untuk mengukuhkan kekuasaannya atas Nusan-
            tara yang kaya sumber daya alam. Oleh karena itu, sejak awal abad ke-20
            seiring berakhirnya perang Aceh, Belanda dapat memfokuskan ekspansi
            wilayah kekuasaannya ke berbagai daerah di Nusantara. Snouck
            Hurgronje “mengunci” tiga hal penting menyangkut korte verklaring
            pada 1898 yaitu menetapkan kedaulatan pemerintah Hindia Belanda,
            melarang penguasa pribumi melakukan hubungan luar negeri dan
            mematuhi peraturan pemerintah Hindia Belanda. Ketiga poin penting
            tersebut sekaligus mengikat para penguasa pribumi kepada pemerintah
            Hindia Belanda. Di Nusa Tenggara, deklarasi pendek antara pemerintah
            Hindia Belanda dan penguasa lokal itu berlangsung pada awal hingga
            dasawarsa kedua abad ke-20. Meskipun tentara Belanda masuk ke Flores
            pada awal abad ke-20, mereka tetap membiarkan Manggarai misalnya
            menjadi bagian dari kekuasaan Sultan Bima.

                Pascapasifikasi dan korte verklaring di Nusa Tenggara, pada 1920-
            an Belanda juga melakukan perubahan dalam tata ruang kampung
            karena dianggap rumah-rumah tradisional dianggap tidak memenuhi
            persyaratan kesehatan. Selain mengubah tata ruang kampung, Belanda
            juga memperkenalkan tanaman ekspor. Kolonialisme dalam hal ini tidak
            hanya mengikat penguasa dengan perjanjian (korte verklaring), tapi juga
            turut mengubah tata ruang dan sistem pertanahan penduduk. Tanah-
            tanah komunal yang secara turun-temurun diatur dan dipelihara oleh
            masyarakat adat dapat berubah kepemilikannya jika kekuatan eksternal
            berupa kapital masuk ke lingkungan kehidupan mereka.

                Ekspansi Belanda ke Kepulauan Nusa Tenggara, juga ke pulau-pulau
            lain di luar Jawa, tak lepas dari dorongan kaum modal untuk mengeruk
            kekayaan alam Nusantara sejak abad ke-19. Setidaknya ada empat syarat
            untuk mendukung kebijakan itu yaitu adanya modal bagi para pengusaha
            perkebunan dan pertambangan untuk pembelian peralatan, menggaji
            buruh, dan menopang mereka hingga laba yang memadai bertambah;
            modal untuk pembangunan infrastruktur untuk memperlancar dan
            melayani pemodal; impor barang segala jenis mulai dari mesin, perkakas,

            140
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154