Page 151 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 151
Hilmar Farid, dkk.
pada awal abad ke-20 dapat dikatakan tertinggal, jika dibandingkan
dengan kehadirannya di Pulau Jawa atau pulau lain. Sumatra dan Kali-
mantan misalnya juga menjadi tarik utama Belanda untuk memperta-
hankan kekuasaaannya di Nusantara. Dua pulau tersebut memang kaya
dengan bahan tambang, perkebunan, dan hasil hutan berupa kayu,
damar, dan lain-lain. Kendati beras telah lama diperdagangkan di ka-
wasan Nusa Tenggara, pada sekitar 1930-an bahan makanan pokok seba-
gian besar penduduk itu mulai diperkenalkan. Kontribusi pastor dalam
memajukan pertanian di kepulauan itu juga penting artinya. Para pas-
tor memberi kesempatan kepada warga atau jemaatnya untuk menanam
tanaman ekspor yang diperlukan oleh pasar.
Sejak Belanda sukses melakukan Pasifikasi di Nusa Tenggara, maka
pemerintahan lokal dalam bentuk swapraja dibentuk yaitu kaum pribumi
mengurus warganya sendiri dengan kontrol kolonial yang dijalankan
oleh para kontrolur (controleur), yang membawahi afdeeling dan onder-
afdeeling. Maka, di tingkat atas setiap wilayah Nusa Tenggara dikuasai
oleh dua jenis penguasa sekaligus yaitu para Landschapsbestuurder, kepala
swapraja, atau populer disebut sebagai raja, dan kontrolur. Fokus Belanda
terhadap Nusa Tenggara memang tergolong baru, dalam arti keterlibatan
langsung baik dalam pemerintahan maupun eksplorasi sumber daya
alam kepulauan ini. Sejak Portugis menyerahkan Flores kepada Belanda
pada 1851, sejak itulah Belanda sesungguhnya mulai menaruh perhatian
terhadap Kepulauan Nusa Tenggara meski belum terlibat penuh dalam
pengawasan dan pengelolaannya. Politik kolonial Belanda terhadap Nusa
Tenggara, khususnya Flores, baru sebatas menjaga jarak (onthouding),
tidak memerintah (niet bestuuren), atau dikatakan tidak memerintah,
menjauhkan diri dari semua urusan, dan cukup dengan mengawasi. 13
Belanda mengganggap bahwa wilayah Timor dan sekitarnya hanyalah
menjadi beban baik secara finansial maupun politis.
13 Dhakidae. Op.cit.
142