Page 153 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 153

Hilmar Farid, dkk.
            diperoleh penduduk waktu itu. Yang terjadi bahwa mereka yang tidak
            mampu membayar pajak kemudian diwajibkan kerja paksa. Contohnya,
            sejak 1900 hingga 1920 saja, jumlah pekerja paksa yang berada di Lombok
            jumlahnya mencapai sekitar 87.780 orang; tahun 1920-30 mencapai 107.580
                                                         14
            orang; dan tahun 1930-1940  mencapai 120.540 orang . Pajak dan kerja
            paksa ini menjadi pangkal perlawanan rakyat kepada Belanda di
            Kepulauan Nusa Tenggara. Instabilitas di kepulauan ini tentu tidak bisa
            dibiarkan oleh Belanda sehingga mengganggu ekplorasi sumber daya
            alam di sini. Situasi seperti itu dan usaha untuk menjaga stabilitas mendo-
            rong Belanda mengirimkan ekspedisi militernya ke kepulauan ini.

                Ekspedisi militer Belanda dibutuhkan agar proses ekspansi kapital
            berlangsung lancar tanpa hambatan dan gangguan, termasuk perlawanan
            dari penduduk lokal. Dengan begitu tatanan kolonial yang menghisap
            lebih mudah ditegakkan jika perlawanan atau radikalisme rakyat berhasil
            dibungkam. Penaklukkan Nusa Tenggara tidak hanya mengubah tata
            ruang kampung terutama terhadap rumah-rumah tradional, tapi juga
            mengubah pemanfaatan atau pengelolaan lahan.

                Tepatkah pandangan bahwa ekspansi Belanda ke luar Jawa lebih
            didorong karena faktor dari pulau-pulau di luar Jawa sendiri, dalam kon-
            teks ini dari Nusa Tenggara, daripada dari Jawa sebagai pusat koloni.
            Atau, inisiatif dan  ekspansi Belanda ke luar Jawa justru dilakukan sebagai
            usaha penguasaan atas seluruh Nusantara dengan Aceh sebagai sebagai
            titik awal Pasifikasi. Hal itu jika melihat tahun-tahun korte verklaring
            ditandatangani oleh penguasa lokal di depan penguasa Belanda mulai
            dari Sumatra hingga Nusa Tenggara. Upaya menegakkan kekuasaan atas
            Nusantara itu juga seiring dengan kebijakan Politik Etis yang bertujuan
            mulia di mata penguasa kolonial yakni meningkatkan penduduk bumi-
            putera lebih baik secara ekonomi dan kultural justru dalam kerangka
            kolonialisme. Penguasaan terhadap Nusa Tenggara pascakekuasaan
            Portugis seharusnya juga dilihat dalam upaya pembentukan negara
            kolonial yang kian solid, baik dari segi politis, ekonomi dan kultural.



                14  Kraan. Op.cit., hlm 132.

            144
   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158