Page 191 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 191
Hilmar Farid, dkk.
yang merusak lah yang memberi jalan bagi gagasan kebangsaan, dan
perjuangan-perjuangan politik (selanjutnya) dikuatkan oleh identitas
53
rasa perjuangan kemerdekaan melalui perjuangan tanah.” Selanjutnya,
ia menyimpulkan bahwa “… pemecahan terhadap persoalan tanah adalah
suatu syarat untuk pemenuhan elan kebangsaan dari negeri-negeri Asia
Tenggara dan, untuk sebagian besar, merupakan kunci bagi pem-
bangunan ekonomi dan reorganisasi masyarakat”. 54
Elan kebangsaan yang dialasi pengalaman penderitaan kolektif rak-
yat telah mengisi pembentukan gagasan kebangsaan Indonesia, melan-
dasi program-program reforma agraria di awal pemerintahan Indone-
sia yang terbentuk dari revolusi nasional. Elan kebangsaan itu tidak mem-
beri izin berlangsungnya organisasi “negara dalam negara” dan bentuk-
bentuk sistem agraria yang memenderitakan kaum tani di desa-desa per-
dikan, perkebunan, kawasan vostenlanden dan tanah-tanah pertikelir itu. 55
Elan kebangsaan ini jualah yang mendasari pembentukan panitia negara
untuk menyusun undang-undang agraria nasional (melalui Surat Penetapan
Presiden No. 16/1948), yang selama 12 tahun melalui banyak lika-liku dan
pada gilirannya menjadi, yang kita kenal sekarang dengan, UUPA 1960. 56
53 Kalimat aslinya, “… it can be asserted that it was the defective agrarian structure
which paved the way for the national idea, and political developments have confirmed the
emotional identity of the fight for freedom with the cry for land,” Eric Jacoby, Agrarian
Unrest in Southeast Asia. Bombay, Asia Publishing Co, 1961, halaman 50.
54 “… the solution of the land problem is a pre-requisite for the full realization of the
national aspirations of the countries of Southeas Asia and that, to a large extent, it is the key
to economic development and a sound reorganization of society”, Eric Jacoby, Agrarian
Unrest in Southeast Asia. Bombay, Asia Publishing Co, 1961, halaman 253.
55 Program-program itu adalah penghapusan hak istimewa desa-desa perdikan di
Banyumas (UU No. 13/1946), penghapusan hak conversie, hak istemewa sekitar 40
perusahaan tebu di Surakarta dan Yogyakarta untuk memeroleh tanah dan tenaga kerja
(UU Darurat No. 13/1948), legalisasi pemakaian tanah-tanah perkebunan oleh rakyat (UU
Darurat No. 8/1954), dan pelarangan tanah-tanah partikelir (UU No. 1/1958). Lihat Singgih
Praptodihardjo, Sendi-sendi Hukum Tanah di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pembaruan, 1952;
Sudargo Gautama, Masalah Agraria: Berikut Peraturan-peraturan dan Contohnya. Bandung,
Alumni 1973; dan Selo Soemardjan, “Land Reform di Indonesia”, Dua Abad Penguasaan
Tanah SMP Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (eds.), Jakarta: Penerbit Obor, 1984.
56 Lihat Boedhi Harsono, Undang-undang Pokok Agraria: Sejarah Penyusunan, Isi
dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 1970; Gunawan Wiradi, Pembaruan Agraria:
Urusan yang Belum Selesai, Yogyakarta: Insist Press kerjasama dengan KPA, 2001.
182