Page 189 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 189

Hilmar Farid, dkk.
                          47
            Tanah Partikelir . Dengan ini, tanah partikelir seolah-olah semuanya
            dikuasai pemerintah, dan tuan tanah sudah tidak berkuasa lagi. Namun
            sebenarnya, ini siasat untuk memudahkan pengumpulan padi bagi
            keperluan pemerintah Jepang. Malah rakyat harus tetap melakukan ke-
            wajiban-kewajibannya seperti membayar sewa tanah dan kerja rodi. Di
            samping itu, hak-hak feodal tuan tanah lainnya masih tetap berlaku.

                Masa pendudukan Jepang ditandai oleh mobilisasi penduduk pede-
            saan melalui organisasi-organisasi “fasis”, yang bertujuan untuk mobilisasi
                      48
            dan kontrol . Atas nama “lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur
            Raya”, Jepang “melipatgandakan hasil bumi” sebagai makanan dan bahan
            untuk perang menghadapi kekuatan sekutu. Rakyat dipaksa untuk mela-
            kukan tindakan ini. Rakyat dipaksa menanam tanaman yang ditentukan
            pemerintahan fasis Jepang, seperti ubi, singkong, padi, jarak dan lain-
            lain. Selain digiatpaksakan dalam segi prosesnya, dari segi hasil rakyat
            harus “menyerahkan bakti” berupa hasil bumi, di samping juga tenaga-
            nya. Maksud dari semua proses pemaksaan ini adalah untuk persediaan
            dan perbekalan perang Asia Timur Raya. 49

                Kebijakan mobilisasi ini selalu dipadukan dengan kontrol ketat oleh
            pemerintahan pendudukan Jepang. Seluruh kegiatan ekonomi–produksi,
            sirkulasi dan distribusi–secara ketat dikontrol melalui peraturan-pera-
            turan dan dekrit pemerintah. Organisasi sosial “fasis” diciptakan–di anta-
            ranya semacam rukun tetangga (RT), koperasi, perkumpulan wanita,
            satuan-satuan propaganda–untuk menjadi mesin pemerintahan Jepang
            memaksakan pemikiran yang seragam dan mengatur tingkah laku pen-
            duduk jajahan sebagaimana ideologi mereka. Selain itu, mereka punya
            mesin penindas, yakni kempetai, serdadu Jepang yang brutal.

                Watak penjajahan Jepang berbeda dengan penjajah Belanda, yang
            secara umum melestarikan dan mempergunakan mesin penguasa feodal
            dan membiarkan kebiasaan-kebiasaan adat dan tingkah laku penduduk
            jajahan, sejauh tidak melawan mereka. Penjajah Jepang hampir-hampir

                47  Mohammad Tauchid, Op. Cit. Halaman 8.
                48  Aiko Kurasawa, Op. Cit.
                49  Mohammad Tauchid, Jilid II, halaman 6.

            180
   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194