Page 184 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 184
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
Apa akibat dari Agrarische Wet bagi kehidupan rakyat tani dan alam
Jawa, dan Priangan khususnya? Agrarische Wet ini selanjutnya menjadi
dasar semua peraturan agraria kolonial yang kemudian menimbulkan
banyak masalah bagi rakyat Indonesia, karena sifat dari perlakuannya
yang dualistis dan diskriminatif. Dengan diterapkannya Undang-undang
Agraria 1870, maka para pemilik modal asing bangsa Belanda maupun
Eropa lainnya mendapatkan kesempatan luas untuk berusaha di
perkebunan-perkebunan Indonesia. Sejak itu pula keuntungan yang
besar dari ekspor tanaman perkebunan dinikmati modal asing, sebaliknya
penderitaan yang hebat dipikul rakyat Indonesia. Sementara itu, janji
perlindungan hak-hak rakyat petani atas tanahnya tetap menjadi janji
belaka, tidak ada wujud nyatanya.
Demikianlah, yang menjamin kepentingan akumulasi modal
kapitalis asing adalah adalah perundang-undangan agraria. Siasatnya
adalah melakukan dualisme hukum: hukum agraria barat dan hukum
adat. Hukum agraria barat dibentuk untuk melicinkan jalan bagi
kebesaran/akumulasi/keuntungan dan kepentingan negara dan kapitalis
kolonial. Sedangkan hukum adat yang melapangkan mereka tetap
dipertahankan. Kolonial Belanda tidak menggunakan tangannya
langsung. Tapi melalui penguasaan tidak langsung (indirect rule). Dengan
demikian, rakyat (kaum tani) dikuasai dan dieksploitasi ganda, oleh
kaum feodal dan kolonialis.
Politik kolonial demikian memberikan akibat-akibat sebagai
43
berikut :
Penanaman modal selalu mencari sasaran tanah dan memerlukan tenaga
kerja manusia yang banyak dan murah. Karenanya, kapitalis kolonial
selalu mencari tanah yang subur dan cukup banyak penduduk. Sehingga,
di daerah-daerah penerapan agroindustri tanah semakin sempit bagi
rakyat, dan rakyat semakin terdesak penguasaannya terhadap tanah.
Sasaran onderneming selalu di tempat yang baik tanahnya dan banyak
penduduknya. Di mana perkebunan menancapkan dan mengembang-
43 Sumber dari: Tauchid, 1952, 174-189
175