Page 179 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 179

Hilmar Farid, dkk.
            Lebih dari itu, sekretaris inspektur jenderal dapat berperan sebagai
            penghukum terhadap “pegawai rendahan, bosganger Eropa, begitu pula
            orang cina dan bumiputra yang melakukan kesalahan merusak pohon,
            menghancurkan hutan dan tanaman, mengangkut atau menebang sorti-
            men yang terlarang, demikian juga terhadap semua bumiputera atau
            cina yang dicurigai, yang berkeliaran tanpa tujuan dalam hutan”. Meski-
            pun demikian, untuk memberikan kemudahan bagi rakyat lokal mempe-
            roleh kayu untuk kebutuhan hidup, Daendeles membuat suatu pengecu-
            alian bahwa “walaupun ada larangan ini, namun dengan surat izin ketua
            atau salah satu anggota dewan administrasi, rakyat di pedusunan boleh
            menebang kayu jenis rendahan di hutan negara, untuk keperluan rumah
            tangga, membuat pedati, atau bajak.” Pada praktiknya, rakyat yang tinggal
            di sekitar hutan, tetap mengambil berbagai keperluan kayu dari hutan
            negara, baik untuk perumahan, pertanian, juga untuk pembuatan
            perahu. 32
                Dasar-dasar kelembagaan dan teritorialisasi penguasaan dan penge-
            lolaan hutan yang dikembangkan di collegie inilah yang kemudian men-
            jadi dinas “Boschwezen” pada tahun 1811, ketika “pemungutan hasil hutan
            harus dilakukan sendiri oleh dinas Boschwezen itu dan perdagangan kayu
                                   33
            oleh pihak swasta dilarang.”   Tapi, nasib Boschwezen  tidak lama. Raffles
            yang menjadi gubernur jenderal sepanjang 1811-1816, masa kekuasaan
            Inggris atas wilayah eks-Hindia Belanda—membuat terobosan baru
            dengan membubarkan dinas “Boschwezen”, dan membolehkan usaha
            swasta atas hutan dengan sistem lisensi yang memberi keleluasaan
            mengambil kayu sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini tentu sangat
            menguntungkan industri pembangunan kapal dan juga ekspor kayu, tapi
            tentunya membuat laju perusakan hutan di Jawa menjadi lebih cepat. 34
                Kesulitan ekonomi di Belanda, di antaranya akibat perang Dipone-
            goro, perang melawan Belgia dan juga pembiayaan untuk idustrialisasi


                32  Departemen Kehutanan, Op. Cit.  hal 58–63.
                33  R. Supardi, Hutan dan Kehutanan dalam Tiga Zaman, bagian a, Jakarta, Perum
            Perhutani 1974, hal. 57; juga Nancy Peluso, Rich Forest Poor People, Resource Control and
            Resistance in Java, Berkeley, University of California Press, 1987, hal. 45.
                34  Peter Boomgard, Op. Cit. hal. 17.
            170
   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184