Page 176 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 176
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
25
pribumi, yang di Priangan dipegang oleh kaum menak. Penguasaan tidak
langsung (indirect rule) sepanjang abad 18 ini telah membuat para menak
di Priangan menjadi alat ekstraksi kekayaan yang handal. Kalau sebelum
tahun 1667, para menak ini memerintah atas nama rajanya, tapi sejak masa
itu, mereka memerintah atas nama VOC. VOC tidak menyampuri urusan
pemerintahan dalam wilayah mereka, kecuali dalam urusan ekstraksi kayu
jati dan barang produksi pertanian, terutama kopi. 26
Istilah prijanganstelsel ini pada gilirannya memang membuat kopi
dari Jawa menjadi andalan VOC untuk menguasai pasar Eropa. Pada
tahun 1723, daerah Priangan Barat menjadi produsen kopi terpenting.
Dalam laporan, terdapat 1.014.000 pohon kopi yang telah berbuah, dan
sejumlah yang sama masih berupa batang kopi muda. Dua tahun
berikutnya, pada tahun 1725, produksi panen kopi dari wilayah ini
mencapai 3.150.000 pon (lbs) dan kopi dari Jawa mengalahkan jumlah
kopi yang dibawa oleh berbagai maskapai Eropa lainnya (Inggris dan
Perancis) dari pelabuhan Mocha. 27
Keberhasilan prijanganstelsel inilah yang dicontoh oleh Gubernur
Jenderal Van Den Bosch di tahun 1830. Ketika ia diangkat menjadi
gubernur jenderal, Negara Belanda sedang dalam kesulitan keuangan,
baik karena peperangan di Hindia Belanda (Perang Diponegoro 1825-
1830) maupun peperangan dengan Belgia di Eropa. Selain karena itu,
juga dikarenakan industrialisasi sedang digalakkan di dalam negeri
Belanda itu sendiri. Untuk memecahkan masalah keuangan ini, Van Den
Bosch mengusulkan diberlakukannya cultuurstelsel yang merupakan
perluasan dari prijanganstelsel. 28
25 Selanjutnya, “Pada pertengahan pertama abad ke-19 pemerintah Hindia Belanda
menempatkan para bupati sebagai pegawai pemeritah. Daendels menempatkan mereka di
bawah prefec. Dengan demikian usaha birokratisasi pemerintah kolonial telah dimulai. Para
kepala pribumi diperlakukan sebagai pejabat Sri Baginda Raja Belanda.” Nina H. Lubis, Op.
Cit, hal 35–36.
26 Mason C. Hoadley, Toward a Feudal Mode of Production, West Java, 1680–1800,
Singapore, Institute of Southeast Asia Studies, 1994.
27 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Op. Cit.
28 Djoko Suryo, “Sistem Tanam Wajib: Masa Lalu, Kini dan Masa Datang,” Prospek
Pedesaan 1990. Yogyakarta, P3PK-UGM., 1991.
167