Page 171 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 171

Hilmar Farid, dkk.
                Kebun-kebun kopi dibuat di atas tanah-tanah bukaan dari hutan belantara
                dengan mempergunakan pekerja-pekerja wajib. Penanaman kopi itu
                mudah sekali, sehingga dapat diserahkan kepada bupati-bupati.
                Pimpinan-teknik dari orang-orang Eropa tidak diperlukan. Sungguhpun
                begitu, penanaman-wajib kopi itu menyebabkan Kompeni lebih banyak
                turut-campur dalam urusan-urusan daerah pedalaman, terutama untuk
                mengatur pekerjaan. Kompeni, misalnya, tak dapat membiarkan seorang
                bupati memanggil separuh dari penduduk suatu kabupaten untuk diajak
                berburu, atau karena berlaku menindas sehingga rakyat lari mengungsi
                ke tempat lain. Walaupun Kompeni tidak bermaksud mengurangi
                kekuasaan kejam dari penguasa-penguasa pribumi itu, tapi ia bertindak
                juga terhadap mereka, untuk kepentingan perkebunan kopinya. Karena
                itu, Kompeni harus mempunyai kekuatan pengawasan di daerah-daerah
                pedalaman yang tidak tergantung sepenuhnya dari bupati-bupati, dan
                oleh sebab itu pula dalam akhir abad ke-18, Kompeni beberapa kali
                bertindak terhadap bupati-bupati dan mengawasi gerak-gerik mereka.
                Juga sejak tahun 1706, Kompeni memberikan surat-pengangkatan kepada
                patih-patih, dan sejak tahun 1790, Kompeni memberikannya kepada
                wadana-wadana sehingga mereka  kurang tergantung pada para bupati.
                Di samping itu, di daerah pedalaman diangkat opsiner-opsiner (penilik)
                berasal dari bangsa Eropa untuk kebun-kebun kopi. Biasanya para penilik
                itu adalah orang-orang yang tidak disukai, berpendidikan rendah, dan
                berpangkat kopral atau sersan. Dalam tahun 1778, di Priangan bekerja
                kira-kira 10 orang Eropa semacam itu. Mereka hampir semata-mata
                bekerja dalam penanaman kopi dan terutama mengawasi jangan sampai
                orang Indonesia ditipu dalam pembayarannya.

                Opsiner-opsiner Eropa di Priangan itu agak mencurahkan perhatiannya
                kepada jalan-jalan dan kondisi ternak demi lancarnya pengangkutan
                kopi. Lambat laun di sini, timbul juga perusahaan-perusahaan
                pengangkut pembuat kereta-pengangkut dan perusahaan-perusahaan
                pengangkut secara kecil-kecilan.


                …Siksaan dipakai oleh Kompeni untuk menjamin berjalannya peraturan-
                peraturannya di daerah-daerah Priangan dilakukan terhadap para
                penguasa tradisional. Pada tahun 1706, seorang wedana dibuang untuk
                sementara ke Pulau Onrust. Dalam tahun 1747, seorang bupati dihukum
                karena malas. Pada tahun 1758, seorang patih diancam akan dibuang ke
                satu tempat, “jika ia bermalas-malas lagi”. Dalam tahun 1791, dua orang
                wedana dibuang ke Pulau Edam. Kira-kira tahun 1800, seorang wedana
            162
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176