Page 170 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 170

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
                   Dataran tinggi Priangan, untuk pertama kalinya, mendapatkan
               perhatian utama karena kecocokan ekologis untuk penanaman kopi. Di
               tahun 1707, VOC menetapkan Priangan sebagai daerah uji-coba pena-
               naman kopi. Priangan diproyeksikan menjadi daerah produksi komoditi
               baru, yang mampu memenuhi permintaan kopi dalam pasaran Eropa,
               yang baru berkembang pada waktu itu. Proses percobaan penanaman
               kopi ini dilakukan di Batavia. Dari kebun percobaan di Batavia ini, bibit
               kopi didistribusikan ke para Bupati di daerah Priangan pada tahun 1707.
               Sementara itu, para Bupati Priangan Timur dan Tengah memperoleh
               contoh bibit yang sama dari kebun percobaan VOC yang berada di sekitar
               Cirebon. Di daerah Priangan ini, kopi ditanam di kebun-kebun yang baru
               dibuat dari hutan-hutan primer yang dibuka dengan menggunakan tena-
               ga kerja wajib. Organisasi pelaksanaannya diserahkan pada para Bupati.
               Sekalipun demikian, VOC juga mengangkat beberapa orang pengawas
               Belanda, untuk mengawasi jalannya proses produksi dan penyerahannya
               kepada VOC, termasuk mengawasi penguasa-penguasa pribumi. Melalui
               sistem ini, penduduk diwajibkan untuk mengerjakan pembukaan lahan,
               penggarapan lahan, penanaman biji kopi, pemeliharaan, dan pemanenan
               serta pengangkutan produksi dari kebun ke tempat penimbunan kopi yang
               telah ditetapkan. Kopi yang diserahkan penduduk setempat, kemudian
               diserahkan bupati kepada pihak VOC, sebagai produksi penyerahan wajib.
               VOC memberikan perhitungan pembayaran biaya penanaman, pengang-
               kutan dan kelebihan jumlah dari yang ditetapkan, serta premi bagi bupati
               sendiri. Menurut ketentuan, bupati meneruskan pembayaran kembali itu
               kepada para petani yang bersangkutan melalui punggawa bawahannya. 17

                   Pemaksaan penanaman kopi ini menimbulkan keresahan dengan
               penduduk. Dalam karya terkenalnya Sejarah Ekonomis Sosiologis Indo-
               nesia, jilid 1, sejarawan Burger dan Prayudi menuliskan:


               Graaf, “Beheer en Instandhoulding der Wildhout-bossen op Java en Madora,” Indische
               Gids, No. 21 (1899), hal. 299, sebagaimana dikutip oleh Artur van Schaik, “Banyak Pohon
               makan Lahan, Perkebunan kopi dan degradasi Lahan di Jawa abad ke-19”, Prisma 9, Sep-
               tember 1994.
                   17  Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia, Kajian
               Sosial Ekonomi, Yogyakarta, Penerbit Aditia Media, 1994. hal. 33.
                                                                        161
   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175