Page 175 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 175

Hilmar Farid, dkk.
                penduduk ke daerah Priangan. Kedua, akibat dari situasi politik di Jawa
                Tengah yang tidak menentu selama pertengahan abad XVII sampai paruh
                pertama abad XIX, telah mendorong (push factor) sebagian penduduk
                Jawa Tengah bermigrasi ke Priangan. Ketiga, akibat faktor ekonomi (pull
                factor), penduduk Jawa Tengah masuk ke Priangan karena melihat
                daerah ini relatif kosong, sehingga memungkinkan untuk menguasai
                tanah, di samping karena Priangan memperlihatkan kegiatan ekonomi
                yang dinamis akibat sistem Priangan (SP). 23

                Satu hal yang tidak disebutkan oleh tulisan Budi rajab itu adalah andil
            dari menak Priangan, yang penghasilannya hingga saat itu semata-mata
            berasal dari kerja rodi rakyatnya, untuk mencontoh pertanian sawah dari
            Jawa. Saat itu, para menak maupun penguasa VOC sekuat tenaga mencegah
            praktik perladangan (ngahuma), dan mengumpulkan secara paksa
            penduduk di lingkungan desa yang lebih besar. Pencetakan sawah dilakukan,
            di satu sisi, dengan memberlakukan kerja rodi dan di sisi lain dengan
            menyetujui pembebasan pajak selama tahun-tahun pertama usaha tani.
            Sawah yang telah dicetak oleh pekerja rodi menjadi milik kaum bangsawan
            dan digarap oleh penyewa sawah. Sawah yang lain digarap oleh pemiliknya
            dan pajaknya dipungut setelah masa pembebasan pajak berakhir. Perluasan
            sawah yang sangat cepat itu diikuti oleh pertambahan penduduk dalam
            jumlah besar. Selama satu periode yang berlangsung antara 1863 dan 1868,
            hampir 60.000 hektar sawah dicetak di daerah Priangan. 24

                Pola penguasaan VOC terhadap Priangan merupakan contoh terbaik
            dari sistem pemerintahan tidak langsung (indirect rule system). VOC
            menggunakan pola hubungan kekuasaan para penduduk dengan para
            menak (istilah Sunda untuk nama para penguasa pribumi mulai dari Bupati
            hingga keluarganya). Hal ini terjadi, pertama, karena jumlah personel VOC
            relatif sedikit; kedua karena otoritas paling tinggi pada masyarakat pribumi
            merupakan kekuasaan potensial yang dapat dieksploitasi untuk urusan
            produksi dan jasa yang diperoleh dari para petani. Dengan alasan ini,
            struktur sosial yang ada dibiarkan untuk diatur sendiri oleh penguasa


                23  Ibid.
                24  T. Svensson,  State Bureaucracy and Capitalism in Rural West java: Local Gentry
                                             th
            versus Peasant Entrepreneur in Priangan in the 19  and 20  Centuries, 1991. Halaman 18.
                                                  th
            166
   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180