Page 168 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 168
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
yakni mulai dibedakannya antara apa yang disebut sebagai (i) pertanian
rakyat, (ii) perkebunan dan (iii) kehutanan. Pada masa ini, mayoritas
pertanian rakyat masih berupa perladangan; sementara perkebunan
adalah suatu komoditas yang diperkenalkan dan kemudian diekstraksi
untuk diekspor ke Eropa, seperti kopi; dan kehutanan adalah suatu wila-
yah hutan berisi kayu jati dibabat habis dan hutan nonkayu-jati dibiarkan
menjadi hutan. Demarkasi ketiga “sektor” ini diatur dengan kebijakan
teritorialisasi dan sistem produksi khusus yang digerakkan oleh kepen-
tingan untuk ekstraksi.
Semasa VOC mengukuhkan kuasanya di Batavia tahun 1619, sebagian
wilayah Priangan masih menjadi wilayah kerajaan Sumedang-Larang.
Tapi, pada tahun 1620, kerajaan Sumedang-Larang yang pada saat itu
dipimpin oleh Aria Suryadiwangsa I takluk pada kerajaan Mataram yang
dipimpin oleh Sultan Agung. Ia kemudian mengubah nama wilayah ini
menjadi Priangan, yang juga meliputi wilayah ekskerjaaan Galuh yang
terlebih dahulu telah ditaklukkan pada tahun 1595. Penguasaan Mataram
atas Priangan berlangsung hampir selama 50 tahun, hingga diserahkan-
nya wilayah itu ke VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) dalam
dua kali perjanjian (1667 dan 1705), sebagai balas jasa kepada VOC yang
telah membantu penyelesaian perebutan kekuasaan di Mataram. 13
Penyerahan ini berakibat, bukan hanya wilayahnya dikuasai oleh
VOC, tapi priyayi (menak) dan tentunya juga penduduk desa di wilayah
ini berada di bawah kekuasaan VOC. Penyerahan wilayah ini membuatnya
mendapatkan jaminan atas ketersediaan kayu terutama kayu jati (tectona
grandis) dari hutan-hutan di pantai utara sekitar lingkungan Batavia
(nama awal dari Jakarta). Kayu jati sangat mereka perlukan untuk
membangunnya menjadi kota pelabuhan, kota dagang dan sekaligus kota
13 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500 – 1900, dari Empo-
rium sampai Imperium, Jakarta: Gramedia, 1987, hal 150 – 154; 243 - 249. Juga, Nina H.
Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800 – 1942, Bandung, Pusat Informasi Kebudayaan
Sunda, 1998, hal 29-30. Untuk suatu analisis kritis terhadap historiografi mengenai penyerahan
ini lihat Nina H. Lubis, Op. Cit., 2000, hal. 20, khususnya Bab 2: “Penyerahan Wilayah
Priangan dari Mataram kepada Kompeni (Versi Wawacan sajarah Galuh)”.
159