Page 181 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 181

Hilmar Farid, dkk.
            yang melebihi jumlah yang sebesar pajak tanahnya perlu diserahkan kepa-
            da desa. Akibat kegagalan panen akan ditanggung pemerintah. Untuk
            pengolahan hasil tanaman ekspor, seperti gula tebu, tenaga rakyat dike-
            rahkan untuk sebagian menanam, sebagian lainnya menuai. Ada yang
            ditugaskan mengangkut ke pabrik dan ada yang bekerja di pabrik. Rakyat
            yang dikerahkan itu bebas dari pajak-tanah pada saat tanaman itu siap
            untuk panen. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan kepala desanya di
            bawah pengawasan pegawai Eropa. 36

                   Berbeda dengan di tempat lain, di Priangan, kebijakan sistem
            tanam paksa itu tidak membuat preangerstelsel berubah. Ia sekadar nama
            baru untuk hal yang sama. Sehubungan dengan telah berjalannya
            preangerstelsel untuk komoditi kopi sejak 1800-an, wilayah Priangan
            terus dijadikan andalan untuk produksi kopi dibanding daerah (resi-
            dencies) lainnya. Konsekuensi dari pilihan ini adalah pembukaan hutan
            di Priangan secara besar-besaran. Di tahun 1837, di wilayah Priangan ini
            berhasil tumbuh 104 juta pohon kopi, yang berarti hampir 1/3 dari seluruh
                                          37
            pohon kopi yang ditanam di Jawa.  86 persen dari seluruh penduduk
            pedesaan Priangan, di tahun 1837, ikut serta dalam program tanam paksa
              38
            ini.  Secara keseluruhan, hasil tanam paksa ini melebihi semua perkiraan
            sebelumnya. Nilai ekspor internasional dari Jawa, di tahun 1930, adalah
            11,3 juta guilder untuk 36,4 kg komoditas, melonjak menjadi 66,1 juta
                                                       39
            guilder di tahun 1840 untuk 161,7 juta kg komoditas.   Lonjakan produksi
            dari seluruh Jawa ini nyata-nyata membuat daerah jajahan menjadi
            “gabus tempat Nederland mengapung”.




                36  Ibid.
                37  Dihitung dari tabel 3.13 yang terdapat dalam buku R.E. Elson, Village Java under the
            Cultivation System 1830–1870, Syney: Allen and Unwin, 1994. Halaman 86-87.
                38  Diambil dari tabel 5.1. Keterlibatan Penduduk Desa dalam Pelaksanaan Sistem Tanam
            Paksa di Jawa, Periode 1837–1845, yang dimuat dalam Sartono Kartodirdjo dan Djoko
            Suryo, Op. Cit., halaman 58.
                39  C. Fasseur, “The Cultivation System and Its Impact on the Dutch Colonial Economy
            and The Indigenous Society in Nineteenh-Century Java”, dalam Two Colonial Empires,
            Comparative Essays on the History of India and Indonesia in the Nineteenth Century, C.A.
            Bayly and D.H.A. Kolff (Eds.), Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher, 1986, hal. 137.
            172
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186