Page 185 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 185
Hilmar Farid, dkk.
kan sistem usahanya, di sana pulalah tanah pertanian semakin menyem-
pit (lihat data, di tabel). Pada daerah-daerah demikian, akibatnya adalah
tersingkirnya petani dari tanah garapannya, yang pada gilirannya meru-
pakan reservoir tenaga kerja murah. Pada zamannya, terkenal buruh-
buruh kontrak di perkebunan Sumatera Timur yang berasal dari Jawa,
tempat mereka tersingkir dari tanahnya.
Alhasil, dari perspektif makro, terjadi suatu perbedaan yang menco-
lok antara pengembangan kantong-kantong (enclave) kapitalis, dengan
usaha-usaha tani kecil rakyat. Hal ini terbukti pada data komposisi peng-
gunaan tanah di Hindia Belanda. Komposisi penggunaan tanah di selu-
ruh Jawa dapat dilihat pada statistik tahun 1939, dalam tabel berikut yang
membandingkan antara tanah untuk perkebunan asing, pertanian rakyat,
hutan dan beberapa usaha lain. Untuk seluruh pulau Jawa, penggunaan
tanah untuk perusahaan agroindustri skala besar berjumlah 1.250.786
ha. Bandingkanlah dengan seluruh tanah yang dipergunakan untuk
pertanian rakyat sejumlah 8.662.600 ha, kira-kira 1 berbanding 7.
Sumber: M. Tauchid, Masalah Agraria, I, (Penerbit Tjakrawala, 1952, hal. 175).
Komposisi penggunaan tanah demikian secara langsung menun-
jukkan suatu polarisasi kemakmuran antara kaum kapitalis kolonial
dengan rakyat tani. Tanah pertanian yang semakin menyempit, ditambah
dengan kewajiban dan beban-beban lain sebagai warga negara (seperti
pajak), membuat kaum tani hanya menguasai tanah kecil dan produk-
tivitasnya hanya mampu membuat mereka subsistensi.
176