Page 188 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 188

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               dimulai, hingga berakhir 1942, perlawanan-perlawanan protes petani
                                                        45
               berjumlah ribuan, baik yang besar maupun kecil .


               Rezim Fasisme Jepang 1942-1945

                   Penyerbuan Jepang ke Indonesia adalah bagian dari upaya fasisme
               Jepang menguasai Asia Timur Raya. Politik agraria, pada zaman pengu-
               asaan Jepang, dipusatkan pada penyediaan bahan makanan untuk perang.
               Jepang di Indonesia bermaksud membuat Indonesia sebagai benteng
               pertahanan menghadapi sekutu. Jepang berusaha sekeras-kerasnya mening-
               katkan produksi pangan untuk kepentingan ekonomi “perang” Jepang.
               Penanaman bahan makanan digiatkan dengan mewajibkan rakyat meng-
               gunakan pengetahuan dan teknik pertanian yang baru, perluasan areal per-
                                                                          46
               tanian, dan penanaman komoditi baru, seperti kapas, yute-rosela dan rami .
                   Di samping itu, rakyat harus menyerahkan 20% hasil tanaman
               padinya kepada pemerintahan Jepang untuk bekal perang. Tidak hanya
               itu, rakyat juga dituntut untuk membantu Jepang sebagai romusha,
               tenaga kerja paksa tanpa bayaran. Untuk menambah hasil bumi, tanah
               pertanian rakyat diperluas dengan membuka hutan dan membongkar
               onderneming eksmilik perusahaan-perusahaan kapitalis dari Belanda dan
               negara Eropa lainnya. Walhasil, selain macetnya produksi perkebunan,
               akibat dari hal ini adalah hidupnya perasaan rakyat bahwa mereka men-
               dapatkan kembali tanah-tanah yang dahulu diambil dan dipakai oleh
               perkebunan-perkebunan.

                   Tanah-tanah partikelir, oleh pemerintah pendudukan Jepang, dima-
               sukkan dalam urusan pemerintah dengan membentuk Kantor Urusan

                   45  Sejarawan Onghokham memerkirakan bahwa “sejak pemberontakan Diponegoro
               selesai (1830) sampai permulaan gerakan nasional (1908) diperkirakan terdapat lebih dari 100
               pemberontakan atau keresahan petani. Itu berarti hampir setiap tahun ada saja onrust ataupun
               uproar, sifatnya lokal dan mudah ditindas termasuk peristiwa paling spektakuler, yakni
               pemberontakan petani di Banten pada 1888” (Onghokham, “Pemberontakan Petani”, Fo-
               rum Keadilan No. 22, th. II, 17 Februari 1994). Untuk keterangan lebih detail tentang
               pemberontakan petani ini, lihat Sartono Kartodirdjo, Op. Cit.
                   46  Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol: Studi tentang Perubahan Sosial di Pedesaan
               Jawa 1942-1945, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993, halaman 3–52.
                                                                        179
   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193