Page 195 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 195

Hilmar Farid, dkk.
            pada urusan pertanahan pada sektor pertanian rakyat, dengan penga-
            turan perjanjian bagi hasil (UU No. 2/1960), pembatasan penguasaan
            tanah maksimum dan minimum (UU No. 56/PRP/1960), cara pelaksanaan
            redistribusi tanah objek land reform, yakni tanah kelebihan, tanah ab-
            sentee, tanah swapraja dan tanah negara lainnya (PP 224/1960) dan pen-
            daftaran tanah (PP 10/1961). Meskipun secara formal penerapan land re-
            form dilakukan hanya terhadap sektor pertanian rakyat, namun kerasnya
            pergolakan agraria juga terjadi di wilayah-wilayah perkebunan dan Per-
            hutani. Semangat “tanah untuk penggarap” yang terkandung dalam
            UUPA ini menjiwai perjuangan agraria ini. Namun, pada gilirannya sis-
            tem agraria perkebunan dan hutan produksi Perhutani yang seyogyanya
            dikenai program reforma agraria berhasil menghindarkan diri sebagai
            objek land reform, dan selamat sebagai target formal operasi yang dila-
            kukan oleh program reforma agraria dan gerakan rakyat pada saat itu.
                Tenaga rakyat petani yang lapar tanah telah digerakkan secara politik
            untuk berhadapan frontal dengan para tuan tanah. Yang kemudian ter-
            jadi adalah penciptaan pertentangan kelas antara petani miskin dan
            petani kaya di seluruh pedesaan Jawa.  Pertentangan kelas ini bercampur
            dengan pertentangan masing-masing aliran ideologi dan pengelompokan
                  60
            politik.  Kelembagaan dan desain penerapan land reform–seperti panitia
            pendaftaran tanah desa-demi-desa, panitia land reform hingga penga-
                                                               61
            dilan land reform–pun menjadi arena dari pertarungan itu.  Walhasil,
            yang terbentuk adalah suatu “bara” bagi percik api pertarungan elite
            nasional tahun 1965-1966 dan berujung pada peralihan politik yang bru-
            tal dan sangat dramatis dari rezim “Orde Lama” ke rezim “Orde Baru”,


                60  Mengenai hal ini, lihat Margo L. Lyon, “Dasar-dasar Konflik di Daerah Pedesaan
            Jawa” dalam S.M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (eds.) Dua Abad Penguasaan
            Tanah. Jakarta: Yayasan Obor; Ernest Utrecht, “Land Reform in Indonesia”, Buletin of
            Indonesian Economic Studies. Vol. V, No. 3; dan Rex Mortimer, “The Indonesia  Commu-
            nism and Land Reform 1959-1965”, dalam Monash Papers on Southeast Asia, No. 1, 1972.
                61  Dalam suasana demikian, tidak heran bila Ladejinsky (1961) menyatakan “I am al-
            most inclined to view that it is essentially an anti-land redistribution program, although I am
            certain that it was not planned that way originally” Ladejinski, Agrarian Reform as Unfin-
            ished Business: The Selected Papers of Wolf Ladejinsky. Diedit oleh Louis J. Walinsky.
            London: Oxford University Press Walinsky 1977, halaman 298.
            186
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200