Page 197 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 197
Hilmar Farid, dkk.
kesepakatan atau konsensus di antara pendukung Orde Baru tentang
perlunya stabilisasi, rehabilitasi dan pembangunan ekonomi gaya kapi-
65
talis . Koalisi pendukung Orde Baru menolak populisme (sosialisme ala
66
Indonesia) yang akan mengubah struktur sosial-ekonomi secara radikal .
“Strategi seperti itu secara politik tidak dapat diterima oleh para pen-
dukung Orde Baru, khususnya Angkatan Darat, pada saat mereka harus
menghadapi tantangan berat dari kekuatan-kekuatan Orde Lama.
Melaksanakan land reform dan program-program yang bertujuan mere-
distribusi kekayaan dan memaksakan tabungan, seperti perpajakan prog-
resif, hanya akan menjauhkan para pendukung Orde Baru yang meng-
ganggap rezim itu sebagai antitesa dari program yang diilhami komunis.
Para pemilik tanah di pedesaan yang antikomunis, sekalipun sebagian
besar menguasai tanah sempit, adalah sekutu penting tentara yang harus
dipertahankan, karena ia masih harus menangani para pendukung Orde
Lama. Program seperti itu juga dapat memaksa beberapa pengusaha dalam
negeri yang memiliki jaringan kerja internasional untuk melakukan bisnis
di luar Indonesia, dan ini akan makin memperburuk masalah pelarian
modal ke luar negeri. Para intelektual yang menekankan efisiensi dan
rasionalitas juga tidak akan bersedia membantu kalau pimpinan militer
akumulasi dan investasi. Dalam strategi kapitalis, sarana produksi yang utama (tanah) dikuasai
oleh individu-individu nonpenggarap. Penggarap yang langsung mengerjakan tanah adalah
pekerja upahan “bebas”, diupah oleh penguasa/pemilik tanah. Hubungan antara penguasaan/
pemilikan tanah dan pekerjaannya sifatnya terpisah. Pekerja (penggarap) menjual tenaga
yang dibeli dengan upah yang diberikan pemilik/penguasa tanah. Tenaga kerja adalah barang
dagangan (komoditi). Tanggung jawab dan pengambilan keputusan produksi, akumulasi, dan
investasi terletak sepenuhnya di tangan si pemilik/penguasa tanah. Dalam strategi sosialis,
tanah dan sarana produksi lainnya dikuasai oleh organisasi (biasanya adalah negara) atas
nama kelompok pekerja. Tenaga kerja merupakan tenaga yang memperoleh imbalan dari
hasil kerjanya, yang diputuskan oleh organisasi yang mengatasnamakan organisasi para pekerja.
Dengan demikian, tanggung jawab atau pengambilan keputusan atas produksi, akumulasi,
dan investasi terletak di tangan organisasi yang mengatasnamakan para pekerja (biasanya
adalah negara). Sedangkan dalam strategi (neo)populis, satuan usaha merupakan usaha
keluarga. Karena itu, penguasaan tanah dan sarana produksi lainnya tersebar pada mayoritas
keluarga tani. Tenaga kerjanya adalah tenaga kerja keluarga. Jadi, produksi secara keseluruhan
merupakan pekerjaan keluarga tani tersebut, walaupun tanggung jawab atas akumulasi biasanya
ditanggung oleh negara.
65 Mas’oed, Mochtar (1989), Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971, hal.
59, Jakarta: LP3ES.
66 Ibid.
188