Page 200 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 200

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               taran organisatoris pemerintahan, pada Kabinet Pembangunan I, tidak
               terdapat Kementerian Agraria. Kepengurusan soal agraria “diturunkan”
               menjadi tingkatan direktorat jenderal, dan berada di bawah Departemen
                           71
               Dalam Negeri.  UUPA masih tetap berlaku, namun posisinya diambang-
                  72
               kan.  UUPA tidak lagi menjadi induk dari seluruh peraturan yang berlaku
               di bidang agraria. Sejumlah Undang-undang lain yang dibuat kemudian
               bertentangan dengan UUPA. Misalnya, adalah Undang-undang No. 5
               tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Sementara
               itu, aturan-aturan teknis agraria yang mendukung strategi politik otori-
               tarian dan strategi pembangunan kapitalis, justru dikembangkan sede-
               mikian detail – seperti soal pendaftaran tanah, hak guna usaha dan hak
               guna bangunan, pembebasan tanah dan pengadaan tanah. 73
                   Kedua, menghapuskan semua legitimasi partisipasi organisasi
               petani di dalam program land reform, dengan cara mencabut peraturan
               lama dan menggantinya dengan peraturan baru. Kedua peraturan baru
               itu adalah: (i) Undang-undang No. 7 Tahun 1970 berisi penghapusan
               pengadilan land reform–yang merupakan badan tertinggi pengambil



               (2) Tertib administrasi; (3) Tertib penggunaan tanah; dan (4) Tertib pemeliharaan tanah dan
               lingkungan hidup.
                   71  Baru di tahun 1988, dibentuk Badan Pertanahan Nasional (BPN), suatu lembaga
               pemerintahan nondepartemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
               kepada Presiden, melalui Keputusan Presiden RI No. 26 tahun 1988. Dengan BPN, maka
               kedudukan, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri
               ditingkatkan menjadi lembaga setingkat departemen. Peningkatan ini atas pertimbangan
               “meningkatnya kebutuhan penguasaan dan penggunaan tanah terutama untuk kepentingan
               pembangunan....”. Di tahun 1993, di dalam Kabinet Pembangunan VI, Kepala BPN
               ditingkatkan lagi menjadi Menteri Negara Urusan Agraria/Kepala BPN.
                   72  Prof. Dr. A.P. Parlindungan mengemukakan pada kesempatan dengar pendapat
               dengan Komisi II DPR-RI tanggal 14 Mei 1984, bahwa 18 (delapan belas) perintah UUPA
               belum dituangkan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah, atau bila telah ada, kurang
               sempurna sehingga perlu diperbaharui. “Kalau dirinci maka dari 17 UU atau PP dapat
               dikembangkan menjadi lebih dari 40 peraturan pemerintah ataupun perundang-undangan”
               (Parlindungan, 1991: 116-117).
                   73  Di zaman pembangunan “Orde Baru”, memang dikeluarkan peraturan-peraturan
               baru tentang land reform (termasuk bagi-hasil). Namun, peraturan-peraturan ini bersifat
               teknis saja. Berbeda dengan masa “Revolusi” Orde Lama, peraturan-peraturan landreform
               merupakan suatu strategi untuk melaksanakan perubahan agraria.
                                                                        191
   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205