Page 203 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 203

Hilmar Farid, dkk.
            sipasi langsung pemuka desa dalam pembangunan desa, diubah secara
            seragam menjadi wadah kontrol LKMD yang diketuai oleh kepala desa.
            Demikian pula halnya dengan peran perempuan, dikoordinasi lewat pem-
            binaan kesejahteraan keluarga, yang di desa wajib diketuai oleh istri kepala
            desa. Pengambilan keputusan mengenai kepemimpinan di desa juga
            sudah kehilangan banyak kadar demokrasi dan partisipasi –seperti di
            zaman Rezim Soekarno. Sekarang, aparat kecamatan, militer dan kepo-
            lisian memperoleh keabsahan untuk mencampuri proses pemilihan
            kepala desa, karena merekalah panitia pemilihan kepala desa. Mulai dari
            pendaftaran calon, proses ‘screening’, dan seterusnya. Manakala terdapat
            calon kepala desa yang populer di mata rakyat, calon tersebut bisa diga-
            galkan oleh panitia tersebut.
                Kelima, terlibatnya unsur polisi dan militer di dalam pengawasan
            dinamika pembangunan desa. Di tingkat desa terdapat bintara pembina
            desa dari unsur militer. Mereka ini lebih berfungsi sebagai pengendali
            untuk kepentingan birokrasi daripada pembina masyarakat dalam arti
            pembangkit partisipasi yang sejati. Di tingkat kecamatan terdapat
            institusi tripika (tri pimpinan kecamatan), yang terdiri dari koramil
            (militer), polsek (kepolisian) dan camat (birokrasi sipil), yang selalu be-
            kerja sama untuk mengawasi, mengendalikan dan mengintervensi pro-
            ses-proses sosial politik pedesaan.
                Semenjak Orde Baru, pada daerah-daerah ‘basis oposisi’ ditempatkan
            kepala-kepala desa dari ABRI, dan dilakukan operasi-operasi ‘pem-
            bangunan’ yang disebut sebagai ABRI masuk desa (AMD). Walaupun
            AMD nampak merupakan upaya membangun sarana pembangunan
            seperti jalan, jembatan dan lain-lain, namun terdapat aspek politis, yakni
            kontrol terhadap daerah-daerah ‘basis oposisi’. Suatu strategi melibatkan
            rakyat sebagai pelaku aktif keamanan adalah doktrin hankamrata (perta-
            hanan dan kemananan rakyat semesta). Doktrin teritorial ini mem-
            perlihatkan bahwa seluruh penduduk ikut bertanggung jawab terhadap
            keamanan. Dalam praktiknya, itu berarti seluruh penduduk sampai ke
            desa-desa paling jauh ada di bawah pengawasan keamanan. Penerapan
            strategi hankamrata didukung oleh organisasi tertitorial RT/RW, melalui
            pertahanan sipil (hansip) dan siskamling (sistem keamanan lingkungan).

            194
   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208