Page 205 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 205
Hilmar Farid, dkk.
di tingkat desa menyelubungi pertentangan kepentingan yang
sesungguhnya. Suatu selubung yang sesuai dengan gambaran tentang desa
yang dicita-citakan, tetapi pada hakekatnya merupakan rintangan bagi norma
partisipasi penduduk dalam pengembangan diri” .
80
Dalam uraian, berikut ini akan dikemukakan program pem-
bangunan kapitalisme pada sektor agraria, yakni revolusi hijau.
Apa yang melatarbelakangi dan apa yang disebut sebagai revolusi
hijau adalah suatu kelangkaan beras di pasaran kota-kota besar sepanjang
rezim Orde Lama. Sejak masa kemerdekaan, impor beras (yang terutama
ditujukan untuk kepentingan kota-kota besar) telah meningkat dari seki-
tar 0,3 hingga mencapai 1 juta ton (atau sekitar 10% konsumsi domestik)
di awal 1960-an, dan menyusut jatuh secara drastis hingga hanya menjadi
0,2 juta ton pada masa akhir-akhir rezim Orde Lama. Kelangkaan pangan
masa Orde Lama juga merupakan andil bagi berkembangnya pergolakan
81
politik di perkotaan .
Pemerintahan Orde Baru menyadari betul pentingnya ketersediaan
bahan pangan, khususnya beras. Jalan yang telah ditempuh adalah mela-
lui suatu program yang disebut revolusi hijau. Revolusi hijau merupakan
suatu istilah yang mulai dikenal Indonesia sejak 1960-an. Pengertian isti-
lah ini adalah suatu program intensifikasi pertanian tanaman pangan,
khususnya beras. Program ini mengenalkan dan meluaskan penggunaan
teknologi baru dalam teknik bertani. Sejak awal, tujuan program ini
adalah meningkatkan produksi beras secara luar biasa, tanpa mengubah
bangunan sosial pedesaan. Hal ini berbeda dengan land reform yang
berusaha mengubah bangunan sosial pedesaan, melalui pemerataan
penguasaan tanah.
Revolusi hijau memperoleh dukungan besar dari sumber-sumber
pembiayaan anggaran pembangunan. Sumber pembiayaan negara ada
dua unsur pokok: (i) Pinjaman dan hibah internasional, dan (ii) Penda-
patan dari minyak bumi .
82
80 Nordholt, Nico G. Schulte, loc cit.
81 Husken, Frans dan Benjamin White, loc cit.
82 Ibid.
196