Page 209 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 209

Hilmar Farid, dkk.
            penindasan, tanah tersebut menjadi bagian dari perkebunan besar dan
            hutan Perhutani, serta proyek pemerintah atau perusahaan besar lainnya.
            Tentu saja tindakan penggarapan/okupasi (kembali) ini adalah kontro-
            versial. Pihak yang tidak menyetujui tindakan ini, biasa menyebutnya
            dengan istilah “penjarahan”–artinya mengambil secara beramai-ramai
            yang bukan haknya.

                Tindakan penggarapan kembali tanah-tanah itu semakin meluas
            setelah Presiden Republik Indonesia di bulan Maret tahun 2000, Ab-
            durahman Wahid—yang dikenal memiliki kedekatan dengan aktivisme
            ornop—membuat pernyataan yang sangat popular bagi banyak petani
            saat itu. Ia menyatakan bahwa tidak tepat jika rakyat dituduh menjarah,
            karena “sebenarnya perkebunan yang nyolong tanah rakyat. Ngambil
            tanah kok ‘gak bilang-bilang’”. Selanjutnya ia menyatakan beberapa hal,
            yaitu: “sebaiknya 40% lahan dari perkebunan dibagikan kepada petani
            penggarap yang membutuhkan. Bahkan kalau mau, saham perkebunan
            itu juga bisa dimiliki oleh masyarakat”, “kalau selama ini negara menjadi
            kaya karena menguasai dan mengelola tanah dan kekayaan alam, maka
            untuk ke depan sebaiknya rakyat juga menikmati hal yang sama”, dan
            “kalau kita kaya harus bareng-bareng, kalau miskin pun harus bareng-
                  85
            bareng”.  Pernyataan publik ini memiliki dampak yang besar dalam mem-
            benarkan dan menguatkan aksi petani mereokupasi tanah perkebunan.
            Di suatu kesempatan Dirjen Perkebunan Departemen Kehutanan dan
            Perkebunan pernah mengemukakan bahwa sampai September tahun
            2000, jumlah luas tanah yang dijarah mencapai 118.830 ha pada perke-
                                                      86
            bunan negara, dan 48.051 pada perkebunan swasta.  Sementara itu pada
            tahun 2000, Perhutani melaporkan bahwa angka-angka pencurian kayu
            meledak dua puluh kali lipat dari pencurian rutin yang biasanya terjadi,
            dari kira-kira 200.000 batang/tahun menjadi 3,2 juta batang/tahun pada


                85  Pidato Presiden di depan peserta “Konferensi Nasional Kekayaan alam”, pada hari
            Selasa, 23 Mei 2000, pukul 10.00 WIB, di Hotel Indonesia (lihat berita di Kompas, Republika,
            SCTV, dan RCTI tanggal 24 Mei 2003.
                86  Sebagaimana dikutip oleh Imam Kuswahyono, Mencari Format Hukum dalam
            Menuju Reforma Agraria dalam Kerangka Otonomi Daerah, 2002. http://www.otoda.or.id/
            Artikel/Imam%20Koeswahyono.htm diunduh pada 10 April 2003.
            200
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214