Page 211 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 211

Hilmar Farid, dkk.
            bagi siapapun untuk bisa menyaksikan dijalankannya pembaruan agraria
                                                       91
            oleh rezim Orde Baru yang berkuasa pada saat itu.  Namun demikian,
                         92
            disadari bahwa :

                hampir semua pembaruan agraria dilakukan atas dasar kedermawanan
                pemerintahan, sehingga begitu minat pemerintah berubah (demi
                kepentingannya), maka habislah hasil-hasil positif yang mungkin pernah
                dicapai oleh pembaruan agraria. Memang diakui, ada suatu pemerin-
                tahan yang dengan tulus dan jujur melakukan pembaruan agraria demi
                rakyat banyak. Namun, begitu pemerintahan tersebut berganti, elite
                penguasa yang baru dapat berganti haluan, dan membalikkan keadaan.
                Bahkan sekalipun pembaruan itu lahir dari sebuah revolusi, seperti misal-
                nya Meksiko. Kedermawanan pemerintah itulah, yang oleh Powelson
                dan Stock, disebut dengan istilah reform by-grace. Pembaruan demikian
                tidak sustainable, karena bergantung pada “pasar politik”, menurut istilah
                Yushiro Hayami.

                ... Dengan demikian, yang diperlukan adalah pembaruan yang didasarkan
                atas pemberdayaan rakyat. Atau menurut istilah Powelson dan Stock:
                “land reform by leverage”. Dalam kondisi “pasar politik” yang bagaimana-
                pun, jika posisi tawar petani/rakyat kecil kuat, maka hasil-hasil pembaruan
                sebelumnya tidak begitu saja mudah dibalikkan.
                Gagasan “land reform by leverage” ini tak lain adalah basis argumen-
            tasi dari eksistensi organisasi massa petani sebagai mesin utama pemba-
            ruan agraria. Rintisan pembangunan organisasi massa petani berbasiskan
            kasus tanah, yang dilakukan di awal tahun 1990-an, mendapatkan kesem-
            patan dan iklim politik yang kondusif setelah jatuhnya rezim Soeharto. 93

                91  Argumen ini kemudian ditulis dalam “Epilog” dari buku Noer Fauzi, Petani dan
            Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
            bekerja sama dengan Insist Press dan Konsorsium Pembaruan Agraria, 1999.
                92  Gunawan Wiradi, “Pembaruan Agraria: Sebuah Tanggapan”, dimuat dalam Dianto
            Bachriadi et all (Eds.), Op. Cit. Pandangannya ini merujuk pada karya John P. Powelson
            and Richard Stock, The Peasant Betrayed: Agriculture and Land Reform in the Third World,
            Washington, D.C. : Cato Institute, 1990; dan Yujiro Hayami, et al, Toward an Alternative
            Land Reform Paradigm: A Philippine Perspective, Manila: Ateneo de Manila University
            Press, 1990.
                93  Para perintis ini pada bulan Juli tahun 1998, membentuk suatu Federasi Serikat Petani
            Indonesia (FSPI). Saat ini, 5 (lima) tahun setelah pembentukannya, organisasi ini telah memiliki
            202
   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215   216