Page 199 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 199
Hilmar Farid, dkk.
mengaitkan diri pada kapitalisme internasional, pertama-tama dilaku-
kan dengan membuka diri terhadap agen-agen donasi internasional,
seperti World Bank (WB), International Monetary Funds (IMF) dan In-
ternational Group for Government of Indonesia (IGGI). Hal ini tidak terle-
pas dengan konteks konflik ‘perang dingin’ tingkat dunia, antara blok
kapitalis yang dimotori oleh Amerika dan Eropa Barat versus blok sosialis-
komunis yang dimotori oleh Uni Soviet dan China. Blok kapitalis mene-
rapkan promosi strategi “pembangunan” sebagai counter terhadap stra-
tegi “revolusi” dari blok sosialis-komunis. Jadi pilihan pada “pem-
bangunan” (baca: kapitalisme) bukanlah semata-mata perumusan kaum
teknokrat Orde Baru, melainkan adopsi dari strategi blok kapitalis. Prak-
tik pembangunan agraria kapitalis ini pada gilirannya memperkuat dan
mengembangkan basis ekonomi kelompok-kelompok yang menjadi
tulang punggung Orde Baru.
Konflik dan kekerasan politik masa akhir Orde Lama memberikan
trauma yang mendalam bagi penguasa baru. Seluruh upaya politik agra-
ria Orde Baru yang berpokokkan otoritarianisme, berakar dari trauma
ini. Otoritarianisme merupakan suatu penampakan dari trauma terha-
dap gerakan komunis semasa akhir rezim Soekarno. Kebijakan-kebijakan
politik agraria yang dibangun oleh Orde Baru–sebagai realisasi dari
otoritarianisme adalah:
Pertama, menjadikan masalah land reform hanya sebagai masalah
teknis belaka. Pemerintahan Orde Baru tidak menjadikan masalah tanah
sebagai dasar pembangunan, melainkan hanya menjadi masalah rutin
69
birokrasi pembangunan . Program land reform yang berupaya menata
penguasaan tanah (termasuk pemilikan tanah) dan bagi hasil tidak dilan-
jutkan sebagaimana strategi agraria pemerintahan Ir. Soekarno, yakni
“satu bagian mutlak dari revolusi Indonesia”. Land reform berubah dari
70
sebuah strategi pembangunan menjadi kegiatan teknis saja . Pada da-
69 Wiradi, Gunawan (1993), “Kebijakan Agraria, Modal Besar, dan Kasus-kasus
Sengketa Tanah, makalah pada Lokakarya Antar Wilayah Advokasi Kasus-kasus Tanah, 8-
11 November 1993.
70 Dirjen Agraria Departemen Dalam Negeri mengeluarkan suatu prinsip kebijakan
agraria pemerintah, yang disebut sebagai “Catur Tertib”, yakni: 1. Tertib hukum pertanahan;
190