Page 27 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 27
Hilmar Farid, dkk.
ini berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Proletarianisasi
yang lengkap seperti dalam sejarah Inggris mungkin hanya terjadi di
beberapa tempat seperti Jawa dan Sumatra Timur yang memiliki sektor
perkebunan modern yang besar, tapi di banyak tempat proses pemis-
kinan, dispossession dan proletarianisasi tidak pernah terjadi secara
lengkap. Pemusatan kepemilikan tanah terjadi di Jawa terutama setelah
terbitnya Agrarische Wet pada 1870 tapi di tempat-tempat lain bahkan
jauh sampai masa kemerdekaan proses yang sama tidak terjadi. Dengan
kata lain masih banyak lapisan yang tidak terintegrasi secara penuh ke
dalam produksi kapitalis dan tantangan dari studi ini adalah menjelaskan
mengapa hal itu terjadi di satu tempat tapi tidak terjadi di tempat lain.
Analisis geografis menjadi penting untuk memahami perjalanan sejarah.
Dimensi spasial lain yang juga penting adalah hubungan tanah
jajahan dengan negeri induk. Dalam kajian geografi ini dikenal sebagai
‘perkembangan yang tak seimbang’ (uneven development) di mana
kemajuan dan kemakmuran yang satu terjadi karena keterbelakangan
dan kemiskinan yang lain. Kolonialisme dalam hal ini adalah momen
penting dalam sejarah kapitalisme Eropa karena “the treasures captured
outside Europe by undisguised looting, enslavement and murder flowed
back to the mother country and were turned into capital there.” (Marx
1976: 918). Transfer surplus dari tanah jajahan ke negeri induk ini mem-
bentuk pola spasial tertentu, mulai dari situs produksi seperti perke-
bunan atau pabrik, sampai pada jalur transportasi darat dan laut yang
menghubungkan berbagai situs dalam rantai produksi dan distribusi.
Masing-masing ruang ini punya sejarah yang menarik dan perlu diuraikan
agar saling-hubungannya dengan ruang lain bisa jelas. Tempat produksi
yang relatif terasing dari perdagangan ramai, di mana hubungan sosial
pra-kapitalis masih mendominasi, dengan cara itu terhubung dengan
produksi kapitalis. Di tempat lain integrasi ke dalam sistem kapitalis ini
berlangsung lebih cepat karena alternatif bagi penduduk untuk menyam-
bung hidup di luar hubungan pasar sudah terlebih dulu lenyap. Masih
diperlukan pengkajian untuk mengenali pola-pola integrasi ke dalam
hubungan pasar ini. Kajian lokal perlu keluar dari kerangka ‘studi kasus’
yang hanya melihat keunikan dari ‘kasus’ yang seolah tidak terkait
18