Page 120 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 120
masing-masing petak tanah telah dijelaskan batas-batasnya
baik yang sudah terbit HGU ataupun yang masih berupa SK
Pencadangan. Kedua, pengaturan menentukan jenis penggunaan
tanah yang diperbolehkan, dalam kasus konflik Masyarakat Adat
Senama Nenek vs PTPN V lahan tersebut peruntukannya ialah
guna penanaman dan pengembangan komoditas perkebunan
karet dan kelapa sawit.
Ketiga, pengaturan menentukan jenis-jenis klaim kepemilikan
dan hak pemanfaatan yang dapat diberikan untuk berbagai
macam status tanah. Ulayat Koto Senama Nenek, jamaknya ulayat
Senama Nenek lainnya, oleh Pemerintah Indonesia diklaim
sebagai tanah negara yang dapat dimanfaatkan sesuai kehendak
pemerintah tanpa memperdulikan partisipasi masyarakat
tempatan. Meskipun mereka sejak lama telah mengola tanah
tersebut secara turun-temurun, Pemerintah menganggap
beragam pola pengelolaan sumber daya agraria yang dilakukan
masyarakat adat, termasuk pertanian berbasis hutan, sebagai
pola terbelakang yang merusak hutan. Karena itu, masyarakat
adat sering kali distereotipkan sebagai “pembuka pembakar
133
hutan”, “perambah hutan”, “suku terasing,” dan istilah lainnya.
Terakhir, keempat, pengaturan membuat ketentuan-ketentuan
mengenai individu, keluarga, kelompok masyarakat, atau institusi
pemerintah mana yang punya alas hak atas lahan tertentu.
“Tiga bulan Tentara dari Salo mengawal proses pembukaan
lahan oleh PTPN V, masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa” ungkap
134
MA menggambarkan suasana awal pendudukan oleh PTPN V
133 Mia Siscawati, “Masyarakat Adat dan Perebutan Penguasaan Hutan,” Wacana, Tahun 16,
No. 33, 2004, hlm. 3.
134 Wawancara, 13 Januari 2021.
Transformasi Agraria di Senama Nenek 85