Page 121 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 121
atas lahan yang merupakan ulayat suku Pitopang–Ulayat Koto
Senama Nenek (lihat gambar 7)–di Senama Nenek pada tahun
1995. Proses Pendudukan itu mendapat full backup dari aparat
135
militer. Kehadiran militer yang menjadi tameng bagi PTPN
V mencerminkan bentuk kuasa eksklusi lainnya, yakni paksaan
(force). Paksaan ini merupakan inti dari pengaturan. Saat suatu
ketentuan hukum atau kebijakan ditegakkan, sebagian besar
terjadi dengan jalan paksaan. Menariknya, pemerintah–lewat
aparat militer dan polisi–mendaku diri sebagai satu-satunya
pihak yang sah melakukan paksaan. Bahkan, aparat militer dan
polisi bertindak jauh di luar peran mereka sebagai penegak
hukum. Itulah yang dialami Masyarakat Adat Senama Nenek di
mana tentara bukan sekadar menjadi tameng bagi perusahaan
tetapi juga menjadi “kuli” perusahaan yang melakukan pekerjaan
membuka lahan hingga menanam bibit tanaman perkebunan. 136
Selanjutnya, pasar (the market) juga telah menjadi kekuatan
besar dan penting bagi dinamika akses dan eksklusi tanah. Harga-
harga komoditas dan jasa mendorong bergeraknya pengaturan
dan paksaan yang menyebabkan terjadinya eksklusi. Ulayat yang
diolah oleh masyarakat adat dianggap tidak ekonomis–tidak
mendatangkan nilai tambah–bagi negara dan kantong uang
kapital. Karenanya harus diganti dengan komoditas yang lebih
menguntungkan, sesuai dengan saran-saran atau kehendak pasar.
Aparat militer, polisi dan bahkan preman tidak akan bergerak
menjadi tameng kapital atau menjadi kuli di perkebunan kapital
jika pasar tidak menetapkan “harga jasa” yang menjanjikan. Suap-
menyuap bagaimanapun juga sering memiliki “harga pasar”.
135 Lihat juga Askardi, Op. Cit., hlm. 51-55.
136 Wawancara MY, 3 Februari 2021.
86 Reforma Agraria Tanah Ulayat