Page 122 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 122
Kuasa eksklusi terakhir menurut Hall et.al adalah legitimasi.
Legitimasi (legitimation) dipahami sebagai alasan pembenaran
bagi kondisi sesungguhnya atau kondisi ideal dan merujuk
pada nilai-nilai moral yang berperan penting dalam mendukung
berbagai bentuk eksklusi. Konfigurasi legitimasi ini sering
kali tampak dari diksi-diksi “kesejahteraan”, “kemakmuran”,
“pembangunan demi kepentingan umum”, “kemaslahatan”, dan
sebagainya.
Pengaturan, paksaan, pasar, dan legitimasi merupakan
empat kuasa yang dipergunakan untuk mempertahankan akses
atau mencegah akses, atau dengan kata lain, mengeksklusi atau
merespon eksklusi. Di Senama Nenek, masyarakat adat yang
mendiami ulayatnya berupa perkampungan, perladangan, dan
hutan digusur karena dianggap mendiami lahan tanpa hak.
Dengan demikian, menyebabkan tertutupnya akses (enclosure)
masyarakat adat terhadap lahan ulayat yang telah dikelola dan
didiami secara turun-temurun sejak sebelum terbentuknya Negara
Indonesia–bahkan jauh sebelum kolonisasi Bangsa Belanda.
Kemudian perkampungan, perladangan dan hutan diganti dengan
komoditas karet dan sawit. Aparat militer digerakkan untuk
menjadi tameng dan pekerja perusahaan yang menebangi pohon
dan menanam bibit komoditas yang akan dipasarkan. Sebab itu
pula selama masa konflik berlangsung, sejak 1995, masyarakat
adat tidak dapat mengakses lahan ulayat di Koto Senama Nenek.
Mereka dari kalangan masyarakat adat yang mencoba mengakses
lahan yang telah dipatok oleh PTPN V bersama militer tersebut
ditangkap dan dipenjara. 137
137 Wawancara SMN, 24 Maret 2021.
Transformasi Agraria di Senama Nenek 87