Page 168 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 168
Dapatkah lahan yang telah disertifikatkan dalam bentuk
SHM dijadikan lagi sebagai ulayat? Kalau menurut saya dalam
perkembangan politik hukum pertanahan suatu hari nanti
tentu bisa saja. Kenegerian atau sejenisnya dapat mengubah
hubungan hukum privat atas lahan yang berstatus SHM dengan
jalan menebusnya, lalu dijadikan sebagai hak bersama kaum
yang berstatus hukum publik. Selama masyarakat adat itu dapat
membuktikan keterkaitan antara ekonomi rumah tangga dan
eksistensi nenek moyang mereka atas objek yang ingin dijadikan
ulayat. Pengelolaannya dikembalikan pada prinsip hukum adat
yang berlaku di dalam komunitas masyarakat adat.
Akan tetapi, pemikiran berkenaan dengan rekonstruksi
maupun revitalisasi tanah ulayat masyarakat adat belum men-
dapat tempat yang memadai dalam politik hukum agraria
Indonesia. Meskipun cenderung keliru dan terkesan terjebak
dalam kerangka berpikir generalisasi, sulitnya politik hukum
agraria di Indonesia menerima pelaksanaan rekonstruksi ataupun
revitalisasi tanah ulayat sejujurnya merupakan sebab adanya
anggapan bahwa hal itu mengarah pada pengelolaan tanah secara
feodal. Padahal, bagi saya belum tentu semua penguasaan atas
tanah berbasis hukum adat–terutama tanah ulayat–se-feodal
yang khalayak bayangkan.
Kenyataannya ada juga praktik penguasaan dan pengelolaan
tanah ulayat yang berlangsung secara egaliter, seperti yang
terjadi dalam Masyarakat Adat Senama Nenek atau di Kedatuan
Andiko Nan 44 jamaknya. Siapapun–tidak hanya masyarakat
adat setempat tapi juga masyarakat non-adat–diperkenankan
untuk mengakses petak lahan yang terdapat di atas ulayat untuk
kemudian dikelola langsung guna keperluan hidup. Penguasaan
Reforma Agraria atas Tanah Ulayat 133