Page 173 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 173
si penerima konsesi terhadap masyarakat adat yang mengancam
sektor ekonomi rumah tangga mereka, sering kali berujung pada
terjadinya konflik yang memperebutkan klaim hak atas lahan.
Negara bukannya sekadar pasif melihat hal itu terjadi,
tetapi juga melakukan berbagai upaya berbasis kebijakan untuk
meredakan konflik, salah satunya dengan menjadikan program
reforma agraria sebagai instrumen penyelesaian konflik agraria.
Di masa Presiden Joko Widodo, Pemerintah Indonesia setidaknya
memiliki dua format reforma agraria yaitu Tanah Objek Reforma
Agraria dan Perhutanan Sosial. Hal ini menunjukkan kesungguhan
pemerintah dalam menyelenggarakan reforma agraria untuk
menjawab berbagai persoalan konflik agraria yang terjadi di akar
rumput. Sayangnya, ketika ditelisik di lapangan, pelaksanaan
kebijakan negara masih terlalu abu-abu untuk benar-benar
berpihak kepada pemenuhan hak masyarakat adat atas ulayatnya.
Alih-alih menguatkan hak ulayat masyarakat adat untuk
mengakses lahan secara mandiri dan bebas, kebijakan yang dibuat
negara justru cenderung melindungi perusahaan. Kebijakan
tersebut justru memungkinkan perusahaan mengakses lahan
secara bebas dan aman dari berbagai intimidasi atau resistensi yang
dilakukan masyarakat. Padahal, di tengah ketidakberdayaannya
melawan kekuatan perusahaan, negara menjadi satu-satunya
pilihan bagi masyarakat adat untuk mendapatkan haknya kembali
agar dapat mengelola tanah ulayatnya dalam perasaan dilindungi,
dan bukan sebaliknya malah memutus ikhtiar masyarakat adat
untuk dapat mengakses lahan ulayatnya secara langsung. Pada
titik inilah saya melihat bahwa terdapat dilema manakala reforma
agraria itu dilaksanakan atas suatu objek lahan yang menurut
klaim masyarakat adat adalah hak ulayatnya, seperti yang terjadi
138 Reforma Agraria Tanah Ulayat