Page 176 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 176
Ini jugalah faktor yang menjadi awal masyarakat adat di
Kenegerian Senama Nenek melakukan perlawanan, khususnya
kepada PTPN V yang mengklaim hak akses terhadap lahan yang
berada di Ulayat Koto Senama Nenek. Ketika perusahaan berpelat
merah ini masuk ke Ulayat Koto Senama Nenek pada tahun 1995,
masyarakat tidak lagi dapat mengakses ulayat yang merupakan
kepunyaan bersama Suku Pitopang tersebut.
Pokok-pokok durian, langsat, manggis, dan beberapa
reruntuhan bangunan yang menandakan lahan tersebut
merupakan ulayat masyarakat adat dihancurkan. Bahkan ladang
yang masih digarap oleh masyarakat pada saat awal perusahaan
datang ikut diremukkan. Proses penyingkiran masyarakat adat
dari ulayatnya dilakukan perusahaan bermodal alat-alat berat
seperti traktor dan bantuan tenaga dari aparat militer yang
menjadi tameng sekaligus kuli yang ikut dalam proses pembukaan
lahan untuk kepentingan penanaman komoditas perusahaan.
Setiap masyarakat adat yang mencoba mengakses lahan yang
telah dipagari perusahaan dengan batas-batas tertentu itu,
mereka ditangkap dan berakhir di penjara. Meskipun penutupan
(enclosure) akses lahan ulayat bagi masyarakat adat di Koto
Senama Nenek berlangsung dengan masif yang ditopang oleh
modal yang besar, baik modal sosial maupun material, masyarakat
adat tidak pernah menyerah untuk terus memperjuangkan
haknya atas ulayat di Koto Senama Nenek yang dikelola secara
paksa oleh PTPN V.
Pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019 pembahasan
mengenai konflik yang terjadi antara masyarakat adat melawan
PTPN V di Senama Nenek mulai dibahas serius oleh elite di Istana
Post-Case Senama Nenek, Suatu Pembelajaran 141