Page 17 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 17
Tesis Fikri menghasilkan analisis bahwa perjuangan untuk
meraih kemenangan dalam melakukan klaim atas tanah ulayat
adalah menunjukkan akurasi data. Masyarakat adat mampu
mendorong semua pihak mengakui adanya land grabbing dan
dilakukan pemetaan secara lebih akurat. Uraian Fikri mudah
dipahami jika dibaca dengan menerapkan teori struktur
kesempatan politik (Tarrow, 1998; Mayer, 2004; Hudayana et.
al, 2020). Perubahan sistem politik Indonesia dari sistem pe-
merintahan otoriter menjadi demokratis telah mengubah struktur
kesempatan bagi masyarakat lokal untuk memperjuangkan
kepentingan politiknya (Hudayana, et. al. 2020). Ketika Orde
Baru runtuh, dan pemerintahan demokrasi yang baru tidak
bisa menggunakan pendekatan represif, maka kemudian terjadi
suatu perubahan relasi kuasa, di mana meningkatnya gelombang
protes masyarakat lokal untuk menuntut keadilan dan hak atas
tanah yang lebih adil (McCarthy dan Robinson, 2015; Aprianto,
2016). Oleh karena itu, gerakan masyarakat sipil berpengaruh
sehingga masyarakat adat Senama Nenek juga dalam posisi
menguat ketika berhadapan dengan PTPN V. Dampaknya adalah
pihak PTPN V lebih akomodatif terhadap reklaiming tanah ulayat.
Pada 13 Desember 1999, PTPN V mengusulkan kepada Ketua
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Tingkat I Riau agar
bisa berperan sebagai “Bapak Angkat” masyarakat adat Senama
Nenek untuk memiliki lahan sawit. Warga adat diberi jatah tanah
melalui lembaga koperasi yang diorganisasi melalui koperasi yang
dibentuknya. Usulan PTPN itu disambut baik oleh Kantor Wilayah
BPN Provinsi Riau, yang melalui Surat Nomor: 500/1114/BPN
2000 menyatakan agar lahan seluas 2.800 hektar yang menjadi
objek konflik di enclave.
xvi Reforma Agraria Tanah Ulayat