Page 12 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 12
secara ekonomi politik dalam upayanya untuk mendapatkan
lahan HGU yang dikuasai negara, dan lahan mereka sendiri yang
dikuasai perusahaan pada masa negara di bawah kekuasaan Orde
Baru.
Pemerintah Reformasi mewarisi beban sejarah yang kelam
yang dibangun oleh rezim Orde Baru. Reformasi merupakan
era demokrasi dan kebebasan berekspresi, sehingga pada masa
ini, masyarakat adat bangkit keberaniannya untuk menuntut
kembali hak-hak tradisional atas tanah adat yang dikenal juga
dengan nama tanah ulayat. Organisasi masyarakat sipil juga
berkembang sehingga muncul seperti Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan
organisasi LSM lainnya menjadi garda terdepan dalam melakukan
advokasi kebijakan menuju dipulihkannya hak-hak masyarakat
adat–termasuk hak atas tanah. Salah satu keberhasilan gerakan
masyarakat adat adalah advokasi tentang dikembalikannya hutan
adat sebagai hutan milik masyarakat adat, bukan hutan negara.
Advokasi itu membuahkan hasil karena kemudian Mahkamah
Konstitusi mengeluarkan keputusan No. 35/PUU-X/2012, yang
menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di
wilayah adat, dan bukan lagi hutan Negara.
Meskipun sudah muncul berbagai advokasi dan gerakan
sosial untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat atas tanahnya,
dan terdapat perangkat hukum yang bisa memayunginya, tidak
mudah bagi mereka untuk meraih kemenangan. Proses-proses
politik ekonomi sering memaksa masyarakat adat harus bekerja
ekstra agar mendapatkan pengakuan dari negara. Hal itu nampak
dari buku MHD Zaikul Fikri tentang perjuangan masyarakat
adat Senama Nenek dalam mereklaiming atas tanah ulayat yang
dikuasai PTPN V di wilayahnya yang beroperasi sejak tahun 1993.
Kata Pengantar xi