Page 14 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 14
ekonomi dengan memakai pendekatan politik (Hudayana,
2018). Sementara itu, pendekatan politik mengandalkan pada
penggunaan berbagai macam sumber kekuasaan yang dapat
mempengaruhi dan menundukkan lawan dalam relasi kuasa.
Buku Fikri menggunakan kacamata ekonomi politik
guna menyimak masalah kepemilikan, akses dan kuasa dan
kemanfaatan tanah ulayat Senama Nenek. Fikri mengawali
diskusi tentang redistribusi tanah adat dengan memetakan
mengenai kerentanan masyarakat adat dalam relasi negara dan
perusahaan. Hal ini karena Indonesia mewarisi undang-undang
Agrarisch Besluit 1875 khususnya pasal 1 dari pemerintah
jajahan yang menyatakan semua tanah, yang orang lain tidak
dapat membuktikan bahwa tanah itu eigendom-nya, adalah
domein [milik] negara. Warisan itu masih dituangkan kembali
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 1953 tentang
Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Dengan PP tersebut, masyarakat
adat mudah sekali menjadi pihak yang kehilangan tanah, dan
kemudian pemerintah dan swasta yang menguasainya. Regulasi
ini menjadi awal dari terjadinya penyerobotan hutan adat oleh
negara yang dipahami bukan sebagai pelanggaran tapi hak bagi
negara untuk menguasainya. Akan tetapi akar konflik ekonomi
poitik terjadi karena negara membagikan hak ulayat masyarakat
adat. Fikri menegaskan bahwa konflik tenurial itu tidak hanya
terjadi di Senama Nenek tetapi di Indonesia pada umumnya. Ia
mengutip fakta bahwa hingga 2018, KPA mencatat terdapat 144
konflik agraria yang melibatkan masyarakat tempatan–terutama
masyarakat adat dengan pihak perusahaan perkebunan.
Memasuki bab pembahasan, Fikri menyimak tentang
peta masalah ekonomi politik di Senama Nenek. Tesisnya
menggambarkan bahwa tanah Senama Nenek tidak lagi dikuasai
oleh warga masyarakat adat. Berpenduduk sebanyak sekitar
Kata Pengantar xiii