Page 13 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 13
Komunitas masyarakat adat Senama Nenek mengetahui betul
bahwa lahanya 2.800 hektar dikuasai oleh PTPN V untuk lahan
sawit. Protes diawali dengan membuat Keputusan Musyawarah
Ninik Mamak Pemuka/Pemangku Adat Kenegerian Senama Nenek
Nomor 05/PA-SN/V/1995 tanggal 5 Mei 1995 yang mengklaim
bahwa tanah seluas 2.800 hektar itu adalah milik mereka sesuai
dengan hukum adat yang berlaku. Selama sekitar seperempat
abad mereka berjuang untuk mendapatkan kembali hak ulayat
mereka atas tanah tersebut. Pada masa pemerintah Orde Baru,
pemerintah tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat adat
utuk mengklaim tanahnya baik dengan memakai pendekatan
hukum negara maupun negosiasi. Dominasi negara yang kuat atas
masyarakat adat, dan tekanan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik membuat masyarakat adat tidak berani melakukan
aksi-aksi jalanan. Namun, dengan hadirnya era reformasi yang
membawa konsep desentralisasi, sejumlah masyarakat adat
dan masyarakat lokal lainnya berani melakukan reklaiming atau
meningkatnya kontrol atas sumber daya di wilayahnya dengan
memakai kekekerasan (Pierskalla dan Sack, 2017). Perjuangan
mereka mendapat dukungan dari berbagai pihak, bukan hanya
kalangan LSM, tetapi juga para politisi di tingkat daerah.
Memakai metode etnografi di tengah pandemi Covid-19,
studi MHD Zakiul Fikri yang dituangkan dalam buku ini berhasil
mengungkapkan bagaimana ekonomi politik berlangsung dalam
proses reklaiming tanah adat Senama Nenek yang dikuasai
PTPN V. Buku Fikri ini merupakan studi terbaru tentang
bagaimana sesungguhnya ekonomi politik bekerja dalam
kebijakan landreform yang popular pada zaman pemerintahan
Joko Widodo. Ekonomi politik dapat dipahami secara sederhana
tentang bagaimana aktor-aktor memperebutkan sumber daya
xii Reforma Agraria Tanah Ulayat