Page 106 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 106
Agraria Negara Republik Indonesia; merancang perubahan,
penggantian, pencabutan peraturan lama, baik dari sudut
legislatif maupun praktek; menyelidiki permasalahan lainnya
yang berkaitan dengan hukum tanah.
Pembentukan Panitia Agraria itu didasarkan atas dua
pertimbangan. Pertama, hukum tanah warisan Pemerintah
Hindia Belanda, yang sebagian besar masih berlaku di daerah
Republik Indonesia, tidak sesuai lagi. Bahkan, beberapa
peraturan merintangi dan paradoks dengan pelaksanaan politik
perekonomian negara Indonesia yang didasarkan pada pasal 27
dan 33 UUD 1945. Kedua, secepatnya perlu diadakan perubahan
atau penggantian peraturan mengenai pemakaian tanah oleh
perusahaan-perusahaan milik bangsa asing. Juga dipandang
sudah saatnya menetapkan dasar-dasar hukum tanah yang
memuat politik Agraria Negara Republik Indonesia.
Pada hakekatnya, Panitia Agraria merupakan kelanjutan
dari suatu Panitia yang dibentuk dengan Penetapan Presiden
Republik Indonesia tanggal 6 Maret 1948 No.11 (disebut Panitia
Tanah Konversi), yang diketuai R. Gaos Hardjasoemantri
dari Kementerian Dalam Negeri. Tugasnya antara lain,
memberi masukan pemerintah, tindakan apa yang harus
dilakukan pemerintah terhadap keinginan pihak tani yang
meminta dihapuskan peraturan tentang “tanah konversi” di
daerah Surakarta dan Jogjakarta (bersumber Vorstenlands
Grondhuurreglement).
Berdasarkan hasil Panitia ini, kemudian lahir Undang-
undang No. 13/1948 tentang “Perubahan Vorstenlands
Grondhuurreglement” (Undang-undang Penghapusan Konversi).
Selepas tugas itu selesai, maka Panitia tersebut dibubarkan
dengan Penetapan Presiden tanggal 8 Mei 1948 No.15. Karena
Undang-undang No.13/1948 ternyata masih memerlukan
peraturan pelaksanaan, khususnya mengatur semua akibat
diadakannya perubahan itu, maka perlu dibentuk panitia baru.
Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965 95