Page 114 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 114

penghisapan, apalagi penghisapan dari modal asing terhadap
                   Rakyat Indonesia. Karena itu harus dihapuskan “hak eigendom”,
                   “wet-wet agraris” bikinan Belanda, “Domeinverklaring”, dan lain
                   sebagainya. Kalau nanti Rancangan Undang-undang ini telah
                   menjadi Undang-undang, maka telah maju selangkah lagilah
                   kita di atas jalan Revolusi. Telah maju selangkah lagilah kita di
                   atas jalan yang menuju kepada realisasi Amanat Penderitaan
                   Rakyat. Ya!, tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan! Tanah
                   untuk Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap
                   tanah! Tanah tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-
                   ongkang menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya
                   orang-orang yang disuruh menggarap tanah itu!”
                        “Toh!, – jangan mengira bahwa Landreform yang kita
                   hendak laksanakan itu adalah “Komunis”! Hak milik atas tanah
                   masih kita akui! Orang masih boleh mempunyai tanah turun-
                   temurun! Hanja luasnya milik itu diatur, baik maksimumnya
                   maupun minimumnya, dan hak milik atas tanah itu kita nyatakan
                   berfungsi sosial, dan Negara dan kesatuan-kesatuan masyarakat
                   hukum mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi daripada hak
                   milik perseorangan….Ini bukan “Komunis”! Kecuali itu, apakah
                   orang tidak tahu bahwa negara-negara yang bukan Komunis pun
                   banyak yang menjalankan Landreform? Pakistan menjalankan
                   Landreform, Mesir menjalankan Landreform, Iran menjalankan
                   Landreform! Dan P.B.B. sendiri tempohari menyatakan bahwa
                   “defects in Agrarian structure, and in particular systems of land
                   tenure, prevent a rise in the standard of living of small farmers
                   and agricultural labourers, and impede economic development”.
                   (Keburukan-keburukan dalam susunan pertanahan, dan terutama
                   sekali keburukan-keburukan dalam cara-cara pengolahan tanah,
                   menghalangi naiknya tingkat hidup si-tani-kecil dan si-buruh
                   pertanian, dan menghambat kemajuan ekonomis)”.

                   Jenis Naskah: Pidato Sukarno. Jumlah Halaman: 36
                   Kata Kunci: Landreform, Pertanahan, Hak-hak petani,

                   penghapusan hukum Belanda.


                                Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965  103
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119