Page 112 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 112
royong. Dalam menyelenggarakan Landreform, pemerintah
membuka tanah-tanah baru dan mensinkronkan dengan
perkembangan industri dan transmigrasi. Pemerintah akan
mengadakan redistribusi tanah yang kelebihan kepada petani
dengan kompensasi, selain melindungi tanah untuk usaha
keagamaan dan sosial.
Pemerintah berpendapat bahwa bumi, ruang angkasa,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah
karunia Tuhan kepada rakyat Indonesia. Maka, pemerintah
wajib mengatur peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaan
itu. Harus dijauhkan pula pikiran yang hendak mempertahankan
wilayah bagi golongan sendiri. Dalam rencana Undang-undang
Agraria, hukum adat dijadikan dasar utama. Tetapi hukum
adat merupakan hasil perkembangan yang dipengaruhi politik
kolonial, sehingga masih ada hukum adat yang menguntungkan
golongan kecil. Nantinya, hukum adat ialah hukum adat yang
berinti azas gotong royong, mengindahkan hukum agama, dan
menyesuaikan dengan zaman. Dari pembicaraan terdahulu,
tampak jiwa dan suasana baru yang menunjukkan hasrat
mengamalkan azas gotong royong. Dengan penuh keyakinan
bahwa rencana U.U. Pokok Agraria yang diperbaharui dan
disampaikan kepada DPR GR memperoleh persetujuan bulat.
Dengan demikian, Indonesia punya dasar hukum yang kuat
untuk melaksanakan Landreform.
Para anggota DPR GR yang mewakili golongan-golongan
dalam perundingan dengan pemerintah yaitu Nasionalis: Mr.
Soebagio Reksodipuro, Soerachman, Notosukardjo; Islam: H.
Achmad Saichu, Brodjotaruno, Z. Imban, Nunung Kusnadi,
Harsono Tjokroaminoto, K.H. Muslich, Nja’ Diwan; Katolik/
Kristen: Frans Seda, Mooy, V.B. Saka, M. Caley; Komunis:
Nung Tjik A.R., J. Pirry, Situmeang, Lukman; Karya: Sajuti
Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965 101