Page 115 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 115
Sukarno, Indonesia Menggugat, Pidato Pembelaan Bung Karno
di Muka Hakim Kolonial. Terbit pertama kali tahun 1961 oleh
Departemen Penerangan RI. Dicetak kembali oleh YUI, 2001.
Ada banyak isu yang diangkat oleh Sukarno dalam buku ini
terkait persoalan tanah. Misalnya Sukarno sudah berbicara
persoalan tanah terlantar pada tahun 1932, di halaman 5, Sukarno
menyebut dengan bahasa Jawa, Bero (tanah kosong yang tidak
dimanfaatkan). Konteksnya adalah, setiap perusahaan yang
mengelola tanah akibat dari kebijakan pemerintah Kolonial
terkait perkebunan skala luas ketika persoalan muncul dan modal
perusahaan dibekukan, tanah-tanah yang dimiliki menjadi bero.
Di halaman 33 Sukarno menyinggung masalah erfpach yang
telah dibuka dan diusahakan dimana-mana, namun semua itu
tidak memberikan manfaat untuk kesejahteraan, bukannya malah
maju, malah muncur, demikian Sukarno menyebutnya. Lebih
lanjut di halaman 35 kembali ia tegaskan, Ada aturan erfpacht
yang bersendi atas “gewetenstopper”, domeinverklaring buat
onderneming-onderneming di pegunungan, ada aturan menyewa
tanah bagi onderneming tanah datar yang banyak penduduk; ada
aturan kontrak buruh dengan poenale sanctie bagi onderneming-
onderneming yang kekurangan kuli; dan “ketertiban dan keamanan”
dan lapangan usaha di mana-mana dengan “staatsafronding” yang
memusnahkan kemerdekaan negeri-negeri Aceh, Jambi, Kurinci,
Lombok, Bali, Bone dan lain-lain; ada sistem pengajaran yang
menghasilkan kaum buruh “halusan”; ada pasal 161 bis Undang-
undang Hukum Pidana yang meniadakan hak mogok, sedang
undang-undang pelindung buruh tidak ada sama sekali, sehingga
nasib kaum buruh boleh dipermainkan semau-maunya,- sungguh
benar kapital partikelir tak kekurangan “keperluan mutlak”, kaum
imperialisme-modern berada di surga!
Jenis Naskah: Pidato Sukarno. Jumlah Halaman: 264
Kata Kunci: Imperialisme modern, kapitalisme, ketidakadilan
104 Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria