Page 116 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 116
Perkembangan Landreform (oleh: Drs. Soejono Sastrodimejo)
Madjalah Agraria, Djanuari 1962. THN. 1- No.1
Pemerintah kolonial telah membawa akibat sosial dan ekonomi
yang bikin rakyat Indonesia menderita dan ekses buruk dalam
bidang hukum politik agraria. Misalnya, perundang-undangan
agraria Belanda yang berakar pada Agrarische wet dan domein
verklaring, membuka lebar modal asing masuk Indonesia
bergerak dalam pengusahaan tanah. Imbasnya, seluruh hasil dari
pengusaha tanah tidak untuk memenuhi kebutuhan si pemilik
tanah atau kepentingan bangsa Indonesia, tetapi semua hasil itu
diangkut ke negeri pemilik modal asing. Pemerintah kolonial
menempatkan Indonesia sebagai sumber bahan export, sehingga
mempengaruhi peri kehidupan sosial-ekonomi penduduk
Indonesia.
Berangkat dari realitas Agraria dan kondisi sosial ekonomi
tersebut, Indonesia perlu mengadakan Landreform demi
menyelesaikan revolusi. P.J.M. Presiden dalam pidato pembukaan
sidang D.P.A. Januari 1960 menegaskan bahwa “Landreform ialah
bagian mutlak dari revolusi kita”. Juga dalam pidato pada hari ulang
tahun R.I. yang ke-15 tanggal 17 Agustus 1960, ditegaskan kembali
bahwa ”melaksanakan Landreform berarti melaksanakan satu
bagian yang mutlak dari revolusi Indonesia”. Bagian mutlak ialah
bagian yang tidak boleh tidak harus ada, untuk mencapai tujuan
masyarakat adil dan makmur atau masyarakat sosialisme Indonesia.
Dalam rangka Manifesto Politik disiapkan 3 macam
pekerjaan pokok dalam lapangan Agraria dan implementasi
pasal 33 UUD, yaitu Perombakan hukum agraria seluruhnya dan
penyusunan Undang-Undang Agraria Nasional; Menjalankan
Landreform; Menetapkan land-use planning; Undang-undang
Pokok Agraria mulai berlaku 24 September 1960.
Banyak orang yang punya tanah berlebihan, juga orang
yang tidak bertanah. Keadaan ini bertentangan dengan azas
Sosialisme Indonesia yang menginginkan pembagian merata
Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965 105