Page 24 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 24

digunakan untuk melihat lembaga agraria dengan cara sebagaimana
             Bakosurtanal lakukan.  21


             C.  Tujuan Penelitian

                   Pada awal pembentukannya, mimpi untuk menata persoalan
             agraria mengalami tentangan dan hambatan yang serius, yakni tidak
             kondusifnya sistem politik nasional, sehingga wajah kelembagaannya
             sarat dengan nuansa politis. Ketika awal muncul penataannya, ia
             hadir dengan status Kementerian Urusan agraria, namun kemudian
             kewenangan yang besar itu berubah sesuai dengan isu dan kepentingan
             politik nasional. Realitas politik begitu tampak ketika perubahan dari
             kementerian menjadi Dirjen, padahal persoalan yang harus diurusi
             begitu besar dan rumit. Jika dilihat dalam perjalanannya, maka
             kegagalan politik agraria nasional menjadi poin penting dalam melihat
             kegagalan penataan pertanahan di Indonesia. Di banyak negara, urusan

             pertanahan menjadi prioritas di awal dan diselesaikan secara tuntas
             untuk menjawab amanat konstitusi, namun tidak dengan Indonesia,
             tetap jalan ditempat dan cenderung tidak diselesaikan, namun tak
             pula secara tegas dihilangkan. UUPA sengaja diamankan namun tak
             pula bisa digunakan sebagai perangkat hukum yang menjadi acuan
             penyelesaiannya.
                   Kajian ini melihat semua proses itu di awal yang sebenarnya
             sudah sesuai mimpi para pendiri negara. Semua proses terekam dengan
             baik dan arah serta tujuannya sudah masuk pada rel yang sesuai,
             namun pasca 1965 berubah arah sesuai perkembangan politik nasional.
             Tentu dengan berbagai pertimbangan dan beban yang muncul

             akibat peristiwa 1965, namun produk pegetahuan ummat dibelokan
             seolah tanah bukan urusan penting bagi masyarakat, namun tanah
             adalah urusan negara untuk kepentingan tertentu dan rakyat diajak
             menikmati hasil akhirnya semata, bukan diajak untuk mengelolanya.


                   21 Yuni Ikawati, dkk. Survei dan Pemetaan Nusantara, Jakarta: Badan Koordinasi Survei
             dan Pemetaan Nasional bekerjasama dengan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan
             Teknologi, 2009.


                                Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965  13
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29