Page 304 - Berangkat Dari Agraria
P. 304
BAB VIII 281
Kondisi dan Dampak Ekologi
kepentingan (Permendagri 45/2016). Selain pemerintah pusat
terus mendorong Pemda untuk melakukan pengesahan, dukungan
masyarakat sipil juga diperlukan untuk mendukung Pemda.
Sementara itu, untuk Peta Tanah Ulayat, saat ini pemerintah
membagi kompilasi peta menjadi Peta Hak Hutan Adat, Peta Hak
Komunal, serta Peta Wilayah Adat. Dua peta pertama memerlukan
pengajuan kepada Menteri LHK dan Menteri ATR/ BPN sehingga
wilayah adat yang diajukan dapat memperoleh hak sebagaimana
diatur UU. Sementara itu pemerintah juga tengah mengupayakan
agar peta wilayah adat yang telah disusun masyarakat sipil
berdasarkan Permendagri 52 tahun 2016, menjadi bagian dari
Geoportal Kebijakan Satu Peta (sumber: Agung Hikmat, Mei 2019).
Secara programatik kelembagaan, BIG sebagai lembaga yang
bertanggungjawab untuk menjalankan Kebijakan Satu Peta di
bawah koordinasi Kemenko Bidang Ekonomi, telah berupaya untuk
mengintegrasikan peta-peta dari berbagai kementerian/lembaga
sektoral. Kantor Staf Presdien sebagai lembaga yang mengakselerasi
pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dan juga Reforma Agraria serta
Perhutanan Sosial turut dalam proses persiapan pengembangan
sistem dan kelembagaan pendukung kebijakan ini di tingkat nasional
dan daerah. Misalnya dalam pembentukan Jaringan Informasi
Geospasial Nasional (JIGN) maupun Gugus Tugas Reforma Agraria
(GTRA) di sejumlah provinsi.
Selain itu, secara khusus Kantor Staf Presiden juga mendorong
agar hasil dari kegiatan integrasi peta ini dapat secara efektif
digunakan bagi perbaikan perencanaan dan pelaksanaan redistribusi
dan legalisasi tanah serta perhutanan sosial dalam kerangka reforma
agraria.
Dinamika pelaksanaan reforma agraria
Sampai akhir tahun 2018, reforma agraria dalam pengertian
redistribusi tanah telah dijalankan Kementerian ATR/BPN dengan
realisasi yang masih terbilang rendah, yakni 545.425 bidang seluas
412.351 Ha. Ini kelemahan mendasar yang patut jadi catatan bagi