Page 306 - Berangkat Dari Agraria
P. 306
BAB VIII 283
Kondisi dan Dampak Ekologi
dari Perhutanan Sosial selama ini masih sangat minim dan lambat.
Oleh karena itu, kini diperlukan percepatan proses pelepasan
kawasan hutan untuk jadi obyek redistribusi TORA, pengakuan
hutan adat, dan penanganan/penyelesaian konflik agraria di bidang
kehutanan.
Presiden menyadari hal ini dan memberikan arahan kepada para
menteri terkait untuk mempercepat pelaksanaan reforma agraria serta
menangani/menyelesaikan konflik agraria melalui Rapat Ternatas
dan melalui Perpres 88/2017 tentang PPTKH, Inpres 8/2018 tentang
moratorium ijin perkebunan sawit, dan Perpres 86/2018 tentang
Reforma Agraria. Untuk mengakselerasi percepatan pencapaian
target reforma agraria dan perhutanan sosial serta penanganan dan
penyelesaian konflik agraria, Presiden meminta para menteri agar
mempercepat pelaksanaan redistribusi TORA dari kawasan hutan,
penetapan hutan adat, dan penanganan/penyelesaian kasus-kasus
agraria di bidang pertanahan dan kehutanan.
Secara terintegrasi, sekarang ini diperlukan kerangka kerja
teknokratis percepatan dan penanganannya di dalam atau secara
bersama lintas kementerian dan lembaga di bidang pertanahan atau
agraria, lingkungan dan kehutanan, pertanian dan perkebunan,
BUMN, pertambangan atau ESDM, keuangan, dan Kemenko
Perekonomian.
Dalam Rapat Terbatas (26 Februari 2019) Presiden telah
meminta Kementerian LHK untuk mempercepat pelepasan
kawasan hutan untuk dijadikan obyek redistribusi TORA dalam
kerangka pelaksanaan reforma agraria sebagaimana diatur Perpres
86/2018 tentang Reforma Agraria, khususnya tanah yang sudah
jadi pemukiman, sawah, ladang, fasum, fasos, dan desa yang ada
dalam klaim kawasan hutan (yang dikelola Perhutani di Jawa dan
perusahaan di luar Jawa) untuk segera dikeluarkan/dilepaskan dari
kawasan hutan untuk dimiliki masyarakat.
Bahkan dalam Rapat Terbatas (3 Mei 2019) Presiden kembali
menegaskan perlunya penyelesaian masalah pertanahan ini.
Presiden menyatakan perlunya evaluasi bahkan jika perlu mencabut