Page 223 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 223
Mochammad Tauchid
memakai orang-orang di desa itu untuk mengerjakan
tanahnya dengan tanpa bayaran (terdapat di Gumelem
Wetan, Gumelem Kulon, Banyumas). Ada juga yang dengan
sambatan (dapat makan dan minum dengan tidak mendapat
upah) seperti terdapat dalam Pamijèn Dawuhan, Bréngkok,
Penerusan Wetan, Penerusan Kulon.
b. Pesantrén, (godsdientschooldorp), tanah pemberian raja
kepada seorang kiai yang berjasa kepada raja. Ada yang
berupa tanah yang belum dimiliki, ada juga yang sudah
masuk dalam lingkungan desa. Kiai Demang tidak di bawah
perintah pegawai-pegawai di situ, tetapi langsung berhu-
bungan dengan raja. Dia dibebaskan dari macam-macam
kewajiban terhadap raja. Penghasilan desa (pajak dll.) diper-
gunakan untuk kebutuhan kiai dan membiayai pesantren-
nya. Di samping itu, pesantren masih memungut urunan
dari santri-santrinya. Desa yang bersangkutan dengan desa
perdikan tidak turut campur dengan urusan-urusan di situ.
c. Keputihan atau Mutihan (vrome liedendorp). Tanah
seperti di atas, diberikan raja kepada kiai dan orang-orang
alim (orang mutihan = orang alim-alim, lawannya orang
abangan) untuk menjalankan kewajiban agama bersama-
sama. Haknya sama seperti yang tersebut di atas (poin b).
d. Pakuncén, yaitu desa yang diistimewakan oleh raja dengan
hak-hak seperti di atas, karena dalam desa itu terdapat ku-
buran raja, atau wali, terkadang kuburan Bupati zaman
dahulu yang dipandang keramat dan harus dihormatinya,
selain itu juga perlu diberi penjagaan kehormatan. Demang
Pekuncen sebagai juru kunci makam itu.
Demang Desa perdikan itu sangat besar kekuasaannya
atas desa dan penduduknya. Tindakannya sering sewanang-
202