Page 225 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 225
Mochammad Tauchid
raja (kewajiban menyerahkan hasil dan kerja pancén). Ada
kalanya kewajiban itu diganti dengan kewajiban lain yang
sesuai dengan kewajiban agama yang lebih ringan. Ulama-
ulama itu mendapat kebebasan dari pajak dan rodi.
Di tiap-tiap kota kabupaten dan kota distrik biasanya juga
terdapat kampung mutihan yang biasa dinamakan Pekauman
atau Kauman. Penduduknya dibebaskan (sebagian atau semua)
dari kewajiban-kewajiban yang biasa dibebankan kepada
penduduk lainnya. Namun kadang-kadang mereka diwajibkan
menanggung beberapa biaya untuk upacara-upacara agama
dan lain sebagainya menurut kekuatannya. Di kampung
kauman di Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta), segala
macam kesenangan dan kebiasaan rakyat yang tidak sesuai
dan atau dilarang oleh Islam tidak boleh diadakan.
Perbedaan-perbedaan yang berupa kebebasan atas kewa-
jiban-kewajiban terhadap raja yang diberikan kepada ulama
dan santri-santri itulah sebabnya mereka dinamakan juga
orang merdikan, perdikan atau merdika.
Pada mulanya mutihan berarti orang-orang alim dengan
hak-hak istimewa dari raja, tetapi kemudian desa yang men-
dapat hak-hak istimewa seperti yang diberikan kepada orang-
orang mutihan dinamakan juga desa Mutihan atau Keputihan
seperti banyak terdapat di daerah Kedu.
Nama itu juga kemudian diberikan kepada orang-orang
yang berkewajiban menjaga dan memelihara makam atau
tempat-tempat yang dianggap suci atau keramat. Orang-orang
ini juga mendapatkan hak-hak istimewa. Orang-orang dalam
desa perdikan semacam ini juga dinamakan orang mutihan,
atau terhitung masuk orang mutihan, karena mereka memang
biasa turut bersama-sama memelihara dan menjaga makam
204