Page 230 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 230
Masalah Agraria di Indonesia
bau pekarangan. Keputihan Mendiro dengan 10,125 bau
sawah dan 3,125 bau pekarangan. Kedua desa itu sekarang
seolah-olah sudah tidak ada lagi. Desa perdikan yang terkecil
hanya terdiri dari 3 bau pekarangan dibagi 5 orang, yaitu 3
orang kuli, seorang wakil kepala desa, dan seorang janda kepala
desa yang meninggal dunia. Di desa Keputihan lainnya (Kepu-
tihan Wingko), hanya dihuni kepala desa dengan keluarganya,
dengan 2,625 bau sawah dan 0,375 bau pekarangan.
Kepala desa perdikan biasanya menganggap dirinya se-
bagai satu-satunya pemilik tanah dalam desanya. Dia
menganggap bahwa semua tanah yang dikerjakan penduduk
di situ hanya diberikan untuk dikerjakan dan dapat diminta
kembali. Penduduk di situ juga mengakui bahwa kepala desa
berhak mengambil kembali tanah itu sewaktu-waktu. Di 6 desa
perdikan di daerah itu, semua sawah ada di tangan kepala de-
sa. Kepala Desa tidak memberikan hak sama sekali kepada pen-
duduk untuk mengerjakannya.
Biasanya, selama kuli-kuli itu masih menetapi kewajiban-
kewajibannya terhadap kepala desa, maka mereka masih
diperbolehkan mengerjakan tanah itu. Kewajiban-kewajiban
ini biasanya tidak dibayar berupa uang, tetapi berupa penye-
rahan sebagian hasil dan penyerahan tenaga (pancén) yang
sangat berat dan selalu dapat diberatkan lagi sesuai kehendak
kepala desa.
Tanah juga diberikan kepada kuli dan umumnya sangat
kecil. Para kuli tidak berhak menjual tanah tersebut. Untuk
tanah pekarangan beda lagi hak mereka, haknya lebih besar,
dalam arti bahwa kepala desa tidak semaunya dapat mengam-
bil. Tetapi untuk menjual tanah pekarangan harus mendapat
izin dari Kepala Desa dengan diharuskan memberikan sebagian
209