Page 261 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 261
Mochammad Tauchid
ijon, dan lain sebagainya. Para petani waktu itu terpaksa
harus meminjam uang kepada para penggadai dan kawan-
kawannya itu, sebab musim hujan sudah turun yang menan-
dakan musim tanam harus datang dan mereka tidak
mempunyai uang sama sekali untuk menanam.
Tanah rakyat menjadi obyek perdagangan bagi para peng-
gadai dan kawan-kawannya. Di seluruh Indonesia banyak
terjadi hal semacam ini. Di daerah Minahasa (Tondano)
menjadi kebiasaan jika tanah seseorang digadaikan kepada
orang lainnya dan orang yang menggadai itu menggadaikan
lagi kepada orang lainnya dengan harga yang lebih tinggi.
Kemudian orang itu menggadaikan lagi kepada orang lain
dengan harga yang jauh lebih tinggi. Demikian selanjutnya,
tanah itu berpindah-pindah tangan, sampai jatuh ke tangan
yang keempat dan kelima. Hal ini menimbulkan bermacam-
macam perkara di daerah tersebut. Di daerah-daerah lain-
nya pun terjadi hal-hal semacam itu juga.
Hubungan kerja antara petani kaya dan petani miskin adalah
petani miskin menjual tenaganya kepada petani kaya. Kare-
na tidak adanya organisasi dari golongan tani ini, petani
miskin selalu menjadi korban. Katanya atas dasar “kekelu-
argaan”, tidak ada hubungan yang zakelijk. Hal ini memberi
kesempatan kepada para penggadai dan kawan-kawannya
dengan beralatkan sawah dan tanah menekan upah kepada
golongan lemah atas nama “gotong royong”, sambatan,
tolong menolong, dan lain sebagainya. Di daerah Bali timur
(Gianyar) menjadi kebiasaan orang-orang yang maro sawah
(menyakap) hanya menerima ¼ bagian dari hasil sawah
yang disakap. Bahkan ada yang hanya menerima 1/5-nya.
Di Lombok orang yang mengerjakan tanah menerima 1/6
240