Page 369 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 369
Mochammad Tauchid
raja yang dikatakan masih memerintah sendiri, tidak lagi ber-
kuasa atas tanah dalam daerah kerajaannya.
Stbl. 1915 No.474 dapat mengubah hak menurut dasar-
dasar Timur menjadi peraturan Barat. Dengan tidak usah
memakai domeinleer, hak-hak Barat dapat diatur karena
kekuasaan Pemerintah. Domeinleer yang didasarkan atas
pengertian bahwa Raja itu eigenaar tanah, teranglah tidak da-
pat dijadikan ukuran umumnya bagi seluruh Indonesia.
Dasar-dasar dan teori yang ruwet dan meragukan kebenaran-
nya itu seharusnya segera dilepaskan saja, demikian dari go-
longan yang anti.
Keberatan yang terutama terhadap adanya domeinver-
klaring ialah bahwa hak wilyah daerah tidak dijamin di dalam-
nya. Ini berarti bahwa yang dibuka Rakyat tidak dengan izin
Pemerintah, tanah tersebut tetap menjadi landsdomein, sekali-
pun tanah itu masuk dalam wilayah desa. Juga tanah-tanah
bekas perkebunan pemerintah (cultuurgronden), yang sudah
ditinggalkan Pemerintah, Pemerintah tidak mengakui hak pen-
duduk. Sekalipun tanah itu sudah dimiliki penduduk, tetapi
masih tanah Pemerintah. Van Vollenhoven dengan keras dan
tajam mencela putusan-putusan tuan-tuan besar Buitenzorg
dan Batavia yang menjalankan dan mempraktekkan pera-
turan-peraturan agraria, dikritik ahli-ahli hukum pegawai
pengadilan yang berbolak-balik putusannya, ketidakbenaran-
nya putusan dan sering-sering bertentangan satu dengan
lainnya. Selanjutnya dia mengatakan dengan keras bahwa hak
negeri atas tanah hanyalah teori omong-kosong dan khayal.
Bagaimanapun juga, tidak dapat dipertahankan perumusan
domein yang membatasi hak-hak menurut adat atas tanah-
tanah pertanian Rakyat yang menyebabkan kekacauan.
348