Page 365 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 365
Mochammad Tauchid
hasil.
Liefrinck menerangkan tentang Bali, diantaranya: “Raja
itu berkedudukan di atas segala-galanya. Kalau ia menghen-
daki barang kepunyaan rakyat, isteri atau anak perempuan
seseorang, atau nyawa orang sekalipun, orang akan menye-
rahkan, karena semuanya itu adalah kepunyaan Raja”. Di sana
ada juga pendapat bahwa Raja tidak boleh mempergunakan
tanah itu semau-maunya sendiri, karena tanah dan air itu se-
sungguhnya kepunyaan Tuhan (Dewa).
De Waal dalam mempertahankan rancangan Undang-un-
dang Agraria-nya di Parlemen menerangkan bahwa menurut
ajaran Hindu dan Islam, milik tanah itu ada pada Raja, sesuai
dengan pendapat Margadant dan de Roo de la Faille.
Golongan yang anti dan tidak membenarkan dasar yang
dipakai untuk mengadakan Domeinverklaring, dan tidak setuju
adanya Domeinverklaring itu sendiri, membantah dan menya-
takan bahwa:
Perumusan yang dinyatakan oleh Landraad Yogyakarta,
yang menerangkan bahwa Raja adalah eigenaar tanah, sebe-
narnya pernyataan semacam itu hanyalah sebagai “pernya-
taan penghormatan rakyat kepada raja”, pernyataan seder-
hana sebagai tanda hormat, demikian pendapat Ter Haar yang
dibenarkan Vollenhoven. Vollenhoven membantah apa yang
dinyatakan de Waal bahwa menurut ajaran Islam dan Hindu,
tanah itu kepunyaan Raja. Vollenhoven menyatakan bahwa
“teori landrente” Raffles yang dipropagandakan, tidak berda-
sarkan adat asli, tidak terdapat dalam ajaran Islam maupun
Hindu.
Menurut pengertian lama di Indonesia, tanah itu bukan-
nya kepunyaan Raja tetapi kepunyaan suku, yang kemudian
344