Page 360 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 360
Masalah Agraria di Indonesia
gantinya hak milik menurut hukum adat) yang sebelum
berlakunya Undang-undang ini belum mendapat hak eigen-
dom, masuk kepunyaan Negeri”.
Dalam menjalankan Cultuurstelselnya, Van den Bosch
berdasarkan pengertian dan anggapan bahwa : “Raja adalah
pemilik semua tanah, yang berhak menuntut upeti atas tanah
yang dikerjakan itu, dan juga dapat meminta tenaga pancen
atas pemakaian tanah itu”.
Pelaksanaan Cultuurstelsel dianggap sesuai dan tidak
bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa Peme-
rintah adalah pemilik tanah. Dengan melalui desa Pemerintah
dapat menyewakan tanahnya itu kepada penduduk dengan
hak minta pancen (rodi) kepada Rakyat.
“Kecuali pasal dua dan tiga dari Undang-undang yang
dahulu, maka tetap dipertahankan dasar, bahwa semua
tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan milik eigendom
seseorang, menjadi hak milik Negeri”.
Pada waktu terjadinya Undang-undang dalam R.R. itu,
sudah banyak terdengar pernyataan-pernyataan yang
menyangsikan kebenaran dalil yang menyatakan bahwa Peme-
rintah itu pemilik atas tanah-tanah, baik yang sudah dikerjakan
rakyat atau yang belum. Pada tahun 1853 (mengenai landren-
testelsel, pasal 48 I.S, yang mengenai pasal-pasal tanah
negeri), Pemerintah menyatakan keragu-raguannya, apakah
hak eigendom Negeri atas tanah-tanah di Jawa itu dapat dibe-
narkan seperti sangka orang pada tahun 1836. Apakah penda-
pat itu masih dapat diterima.
Pada pertengahan abad ke-19 mulai timbul keragu-raguan
dan ketidakpastian pendapat tentang dasar hak milik tanah
Rakyat Indonesia hubungannya dengan hak Gubernemen atas
339